
Photo: Reza Fauzi
Penulis: Reza Fauzi (Pimpinan Redaksi Utustoria.com)
Utustoria.com – Indonesia, sebagai salah satu negara di Cincin Api Pasifik, sering mengalami berbagai bencana alam setiap tahunnya. Data dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menunjukkan bahwa sepanjang tahun 2022, Indonesia mengalami hampir 3.500 kejadian bencana alam. Dari jumlah tersebut, banjir menjadi bencana yang paling sering terjadi dengan 1.506 kejadian, diikuti oleh cuaca ekstrem, tanah longsor, kebakaran hutan dan lahan, serta gempa bumi.Kabupaten Banggai di Sulawesi Tengah merupakan salah satu daerah yang rentan terhadap bencana alam, khususnya banjir dan tanah longsor.
Pada Agustus 2022, banjir melanda dua desa di Kecamatan Luwuk Timur, menyebabkan ratusan warga mengungsi. Di tahun yang sama, tanggul sungai di wilayah Arga Kencana juga jebol, mengakibatkan banjir yang memutus akses jalan warga. Curah hujan tinggi pada bulan berikutnya juga menyebabkan sungai meluap di Desa Huhak, Kecamatan Bunta, yang merendam pemukiman warga dan menimbulkan kerusakan infrastruktur. Pada tahun 2024, antara bulan Mei dan Juni, Kota Luwuk menjadi langganan genangan air dengan tumpukan sampah yang berhamburan di banyak titik. Kota Luwuk sudah dua kali terendam banjir selama kurun waktu sebulan ini.
Belum lagi, beberapa desa di Toili harus mengalami putusnya akses jalan warga akibat longsor dan erosi. Kejadian-kejadian ini menggambarkan betapa rentannya Kabupaten Banggai terhadap bencana alam, khususnya banjir.
Kota Luwuk, ibu kota Kabupaten Banggai, menjadi contoh nyata bagaimana buruknya sistem drainase memperparah situasi. Setiap kali curah hujan agak tinggi, Luwuk hampir selalu dilanda genangan air. Drainase yang tidak memadai menyebabkan air hujan tidak dapat mengalir dengan lancar, sehingga menyebabkan banjir. Kondisi ini diperparah oleh banyaknya sampah yang berhamburan ketika banjir menggenangi kota, menyumbat saluran air dan membuat genangan semakin parah.
Meskipun tingkat kerawanannya tinggi, upaya mitigasi bencana di Kabupaten Banggai masih sangat terbatas. Infrastruktur di daerah ini, seperti sistem drainase, masih belum memadai. Berdasarkan informasi dari Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Banggai, alokasi anggaran untuk penanggulangan bencana kian tahun justru menurun. Pada tahun 2023, RAPBD untuk Badan Penanggulangan Bencana tercatat sebesar Rp 6.831.286.052, namun menurun menjadi Rp 6.500.000.000 pada tahun 2024. Anggaran ini sangat minim dibandingkan dengan kebutuhan untuk perbaikan dan pembangunan infrastruktur yang memadai.
Keterbatasan dana ini membuat upaya penanggulangan dan mitigasi bencana menjadi kurang optimal. Selain masalah anggaran, kurangnya edukasi dan kesadaran masyarakat juga menjadi kendala utama dalam upaya mitigasi bencana di Kabupaten Banggai. Banyak warga yang belum mendapatkan edukasi yang memadai tentang tanggap darurat bencana. Kurangnya pelatihan dan simulasi bencana membuat masyarakat tidak siap menghadapi situasi darurat. Edukasi yang intensif dan berkelanjutan sangat penting untuk meningkatkan kesiapsiagaan masyarakat. Program-program edukasi seringkali tidak mencapai seluruh lapisan masyarakat, terutama di daerah pedesaan yang terpencil, sehingga mereka tetap rentan terhadap dampak bencana.
Koordinasi antar lembaga juga menjadi masalah signifikan dalam penanggulangan bencana di Kabupaten Banggai. Ketidakjelasan dalam pembagian tugas dan tanggung jawab antara pemerintah daerah, BNPB, dan lembaga terkait lainnya seringkali menyebabkan penanganan bencana tidak efektif dan lambat. Diperlukan koordinasi yang lebih baik dan sistematis untuk memastikan respons cepat dan tepat saat bencana terjadi.Peran Bupati Kabupaten Banggai dalam upaya mitigasi bencana sebenarnya cukup terlihat. Pada tahun 2023, Bupati Banggai menghadiri Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Penanggulangan Bencana yang dibuka oleh Presiden Joko Widodo.
Rakornas tersebut membahas pentingnya kesiapsiagaan dan mitigasi bencana di seluruh Indonesia, termasuk di Kabupaten Banggai. Meskipun kehadiran Bupati Banggai dalam Rakornas menunjukkan komitmen pemerintah daerah dalam penanggulangan bencana, intensitas bencana di Banggai masih tetap tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa meskipun ada upaya koordinasi dan partisipasi dalam forum nasional, implementasi di lapangan masih memerlukan perbaikan signifikan.Untuk meningkatkan upaya mitigasi bencana di Kabupaten Banggai, beberapa langkah strategis perlu diambil. Pemerintah daerah perlu meningkatkan investasi dalam pembangunan dan perbaikan infrastruktur yang tahan bencana.
Pembangunan sistem drainase yang baik dan perbaikan jalan serta jembatan yang sering terkena dampak banjir harus menjadi prioritas. Selain itu, perlu ada pengawasan dan pemeliharaan rutin terhadap infrastruktur yang ada. Edukasi dan pelatihan kepada masyarakat mengenai tanggap darurat dan cara bertindak saat bencana terjadi harus menjadi program rutin. Melibatkan komunitas lokal dalam simulasi bencana dapat meningkatkan kesiapsiagaan dan mengurangi risiko korban jiwa serta kerugian materiil. Diperlukan sebuah sistem koordinasi yang jelas dan efisien antara pemerintah daerah, BNPB, dan lembaga terkait lainnya.
Pembentukan pusat komando penanggulangan bencana yang terintegrasi dapat membantu dalam pengambilan keputusan cepat dan efektif saat terjadi bencana. Mengadopsi teknologi modern untuk pemantauan dan prediksi bencana dapat membantu dalam memberikan peringatan dini kepada masyarakat. Penggunaan aplikasi mobile dan media sosial untuk penyebaran informasi cepat mengenai kondisi cuaca dan potensi bencana dapat mengurangi dampak negatif yang ditimbulkan.
Kabupaten Banggai menghadapi tantangan besar dalam penanggulangan bencana alam. Meskipun ada upaya dari Bupati dan pemerintah daerah untuk meningkatkan kesiapsiagaan, minimnya anggaran, kurangnya edukasi masyarakat, dan koordinasi yang lemah merupakan beberapa faktor utama yang perlu diperbaiki. Dengan strategi yang tepat dan pelaksanaan yang konsisten, Kabupaten Banggai dapat meningkatkan kesiapsiagaan dan mengurangi dampak bencana di masa depan.