Politik Gentong Babi Dan Pilkada Banggai. Sebuah Catatan Singkat; - Utustoria Politik Gentong Babi Dan Pilkada Banggai. Sebuah Catatan Singkat; - Utustoria

Politik Gentong Babi Dan Pilkada Banggai. Sebuah Catatan Singkat;

638
Spread the love

Photo: Ilustrasi

Oleh: Supriadi Lawani*

Utustoria.com – Istilah Politik gentong babi (pork barrel politics) akhir – akhir ini kembali menjadi diskusi ditingkatkan pemerhati politik di Indonesia tidak terkecuali di Kabupaten Banggai Sulawesi Tengah. Diskusi terkait ini memang menjadi wajar karena Indonesia baru saja menyelesaikan tahapan pemungutan suara pada pemilihan gubernur dan wakil gubernur, Bupati dan wakil Bupati serta Walikota dan Wakil walikota.

Di Banggai sendiri politik gentong babi ini menjadi bahan diskusi ketika kebijakan pelimpahan sebagian kewenangan oleh Bupati Banggai sebesar kurang lebih lima miliar rupiah menjadi sebuah kontroversi oleh sebagian besar publik Banggai. Namun sebelum kita mendiskusikan terkait kontroversi tersebut sebaiknya kita sedikit mendiskusikan secara singkat terlebih dahulu apa yang dimaksud dengan istilah politik gentong babi.

Sedikit Tentang Politik Gentong Babi

Dilansir dari banyak literatur Politik gentong babi adalah istilah yang merujuk pada praktik alokasi anggaran atau sumber daya publik untuk proyek-proyek tertentu yang bertujuan utama memberikan manfaat langsung kepada konstituen atau kelompok pendukung politik tertentu, dengan maksud untuk mendapatkan dukungan politik. Istilah ini sering digunakan dalam konteks kritik terhadap pengelolaan anggaran yang dianggap tidak efisien, tidak adil, atau tidak berdasarkan kebutuhan strategis.

Dalam sejarahnya politik gentong babi berasal dari praktik politik di Amerika Serikat pada abad ke-19, yang kemudian menjadi istilah umum di berbagai negara untuk menggambarkan alokasi anggaran publik yang dimanfaatkan untuk keuntungan politik tertentu, bukan berdasarkan kebutuhan masyarakat luas yang direncanakan secara matang dan terukur.

Secara harfiah istilah pork barrel awalnya mengacu pada tong-tong (gentong) yang digunakan untuk menyimpan daging babi yang diasinkan, simbol kemewahan atau distribusi sumber daya.

Kemudian pada abad ke-19 di Amerika Serikat, “gentong babi” digunakan sebagai metafora untuk praktik legislator yang “membagi” dana publik kepada daerah pemilihnya melalui proyek-proyek lokal yang menguntungkan mereka secara langsung.

Mengikuti jurnal Politik Pork Barrel di Indonesia (2011) oleh Antonius Saragintan dan Syahrul Hidayat pengertian politik gentong babi adalah adalah usaha petahana (incumbent) untuk menggelontorkan dan mengalokasikan sejumlah dana, dengan tujuan tertentu.

Dalam konteks pemilihan kepala daerah atau di kabupaten adalah pemilihan Bupati dan wakil Bupati tujuan politik gentong babi oleh calon petahana adalah untuk mengamankan dukungan politik agar dia terpilih kembali dengan memanfaatkan sumber daya dan kekuasaan yang mereka miliki selama menjabat.

Kontroversi Pelimpahan Sebagian Kewenangan Bupati Banggai Kepada Camat.

Dasar Hukum pelimpahan kewenangan oleh Bupati kepada camat adalah Pasal 226 ayat (1,2 dan 3) UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah dan Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2018 tentang Kecamatan.
Atas dasar itu Pemerintah Daerah Kabupaten Banggai kemudian mengeluarkan Peraturan
Bupati (Perbup) Banggai Nomor 49 di Tahun 2023 tentang Pelimpahan Sebagian Kewenangan Bupati Kepada Camat, kemudian Bupati Banggai mengeluarkan Keputusan Bupati Nomor 100/1892/BAG TAPEM tahun 2023.

Perbup nomor 49 tahun 2023 dan Keputusan Bupati Nomor 100/1892/BAG TAPEM tahun 2023 inilah kemudian yang menjadi awal kontroversi. Kenapa menjadi kontroversi ini disebabkan pada pasal 30 peraturan Bupati nomor 49 tersebut sangat eksplisit disebutkan bahwa pelaksanaan program pelimpahan kewenangan Bupati kepada camat akan dilaksanakan pada tahun 2025 namun ternyata pada tahun 2024 program ini justru dilaksanakan. Demikian pula keputusan Bupati sebagai petunjuk teknis pelaksanaan pelimpahan kewenangan Bupati kepada camat juga sangat patut dan pantas diduga sangat mencurigakan karena tanggal pengundangan sama dengan pengundangan peraturan daerah nomor 12 Tahun 2023 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) tahun 2024 yaitu tertanggal 21 Desember 2023.

Jika kita sedikit berpikir terkait dasar hukum pelimpahan kewenangan tersebut diatas maka agak lain memang kebijakan tersebut artinya jika tanggalnya sama maka patut diduga APBD 2024 khususnya yang terkait anggaran pelimpahan kewenangan dari Bupati ke Camat sebesar kurang lebih limah miliar rupiah per kecamatan tanpa perencanaan yang jelas. Padahal dalam logika penganggaran untuk kepentingan publik terkait pelimpahan kewenangan Bupati kepada camat perlu adanya perencanaan dan pemetaan sesuai dengan karakteristik kecamatan dan/atau kebutuhan masyarakat setempat.

Implementasi kebijakan politik anggaran terkait pelimpahan kewenangan Bupati kepada Camat ini juga merambah kepada pengadaan barang – barang bantuan langsung dan pembangunan fisik dan ini yang menjadi paling penting bahwa kebijakan ini dilaksanakan pada saat perhelatan pemilihan Bupati dan wakil Bupati, padahal jelas diatas peraturan Bupati Banggai mengatakan bahwa pelaksanaan kegiatan ini pada tahun 2025, situasi ini makin manambah kebijakan ini makin kontroversi.

Dan seperti kita ketahui bersama sampai tulisan singkat ini dibuat menurut beberapa media online dikabarkan bahwa beberapa camat di kabupaten Banggai saat ini sedang dimintai keterangan oleh pihak kepolisian Daerah Sulawesi Tengah.

Perlunya Keterlibatan Rakyat Dalam Mengevalusi Kebijakan Politik.

Keterlibatan rakyat dalam mengevaluasi kebijakan politik anggaran sangat penting untuk beberapa alasan.

Yang pertama menurut saya adalah keterlibatan rakyat memastikan bahwa proses penyusunan dan pelaksanaan anggaran dilakukan secara transparan. Ini membantu mencegah korupsi dan penyalahgunaan anggaran, serta memastikan bahwa pemerintah bertanggung jawab atas keputusan yang diambil.

Kemudian kedua Masukan dari rakyat dapat memberikan perspektif baru dan data empiris yang mungkin tidak diperhitungkan oleh pembuat kebijakan. Ini dapat meningkatkan kualitas kebijakan anggaran dengan memastikan bahwa kebijakan tersebut berdasarkan kebutuhan nyata di lapangan.

Yang ketiga adalah Proses keterlibatan ini juga memberikan kesempatan bagi masyarakat untuk belajar tentang bagaimana anggaran publik disusun dan dikelola, sehingga meningkatkan literasi keuangan dan kebijakan publik.

Yang keempat adalah keterlibatan penuh rakyat dalam melaporkan dan mengawal laporan kepada institusi penegak hukum,ketika menduga adanya penyelewengan anggaran dan itu merugikan negara atau daerah. Ini menjadi penting agar kepastian hukum dan keadilan dapat dirasakan rakyat secara luas.

Secara keseluruhan, keterlibatan rakyat dalam mengevaluasi kebijakan politik anggaran adalah langkah penting menuju pemerintahan yang lebih baik dan bertanggung jawab, yang mampu memenuhi kebutuhan dan harapan masyarakat pada umumnya. Sehingga anggaran publik tidak digunakan sebagai alat politik untuk mobilisasi dukungan demi syahwat kekuasaan yang korup.

Luwuk 13 Januari 2025

*Penulis adalah petani pisang