Photo: Supriadi Lawani
Oleh: Supriadi Lawani*
Utustoria.com – Politik elektoral seperti yang kita semua tahu adalah sebuah proses pemilihan untuk memilih pemimpin atau wakil rakyat. Dalam konteks Indonesia kita mengenal dua macam politik elektoral. Yang pertama apa yang kita kenal sebagai pemilihan umum ( pemilu) yaitu untuk memilih Presiden dan wakil presiden, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Dewan Perwakilan Daerah ( DPD) Dewan Perwakilan Rakyat Daerah ( DPRD) Provinsi dan Kabupaten/Kota.
Kemudian kita mengenal juga Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan wakil Bupati serta Walikota dan Wakil Wali kota yang disingkat Pemilihan atau lebih familiar dengan singkatan Pilkada (Pemilihan Kepala Daerah).
Dalam beberapa kesempatan saya pernah menulis secara singkat terkait ini. Sehingga dalam kesempatan ini saya tidak akan mendiskusikan tentang ini lagi namun lebih kepada hubungan antara politik elektoral lokal atau yang saya sebutkan diatas sebagai pilkada dengan sikap religius atau religiusitas kandidat atau calon kepala daerah.
Citra Religiusitas
Religiusitas adalah tingkat atau intensitas kepercayaan dan praktik keagamaan seseorang. Ini melibatkan keyakinan terhadap ajaran-ajaran agama, partisipasi dalam ritual keagamaan, serta implementasi nilai-nilai agama dalam kehidupan sehari-hari.
Dalam masyarakat yang religius, religiusitas menjadi semacam syarat tidak tertulis untuk menjadi seorang pemimpin. Sehingga banyak orang percaya dan yakin bahwa sosok yang religius dapat menjadi pemimpin yang baik dan amanah, status seperti itu membuat seseorang yang religius diyakini pantas untuk dipilih dalam proses pemilihan. Kepercayaan inilah yang membuat banyak politisi yang mencalonkan diri untuk menjadi Gubernur dan Wakil gubernur, Bupati dan wakil Bupati serta Walikota dan Wakil Wali kota ingin terlihat religius, atau paling tidak terkesan religius, sehingga untuk mendapatkan citra religius ini tidak sedikit biaya yang harus dikeluarkan oleh politisi yang menjadi calon, ini dapat kita lihat mulai dari sumbangan ke panti asuhan, sekolah – sekolah agama, rumah ibadah, menghadiri acara – acara keagamaan sampai dengan memohon restu pemuka agama yang dianggap memiliki pengaruh besar terhadap masyarakat luas.
Singkatnya citra religiusitas merujuk pada persepsi atau gambaran tentang bagaimana keagamaan dan nilai-nilai keagamaan tercermin dalam tindakan, sikap, dan identitas seseorang yang menjadi calon kepala daerah.
Melampaui Citra Religiusitas
Salah satu tujuan utama demokrasi adalah untuk mencapai kesejahteraan rakyat. Sehingga sebagai negara yang demokratis Indonesia konsisten melaksanakan pemilu dan pemilihan kepala daerah secara berkala. Namun banyak dari kita lupa akan tujuan utama demokrasi, atau bahkan menguburkan substansi demokrasi yang mulia ini dan hanya memilih seseorang sebagai pemimpin atau wakil hanya sebatas melihat citranya saja, salah satunya citra religiusitas ini. Padahal untuk dapat mencapai tujuan demokrasi dalam proses politik elektoral kita harus melampaui apa yang disebut sebagai pencitraan.
Tujuan politik untuk melampaui sekadar citra religiusitas dalam konteks lokal adalah kita sebagai pemilih wajib memastikan visi misi dan program kerja dapat dipahami dan dijelaskan cara mencapainya oleh kandidat atau calon kepala daerah.
Selanjutnya untuk memilih pemimpin kita sebaiknya memastikan calon tersebut paling tidak memiliki komitmen yang kuat untuk meningkatkan kualitas hidup rakyat dalam rencana program kerjanya melalui penyediaan layanan kesehatan yang gratis dan berkualitas, pendidikan gratis dan berkualitas, perumahan murah, lapangan pekerjaan yang pasti tersedia, dan tentunya pengentasan kemiskinan.
Begitu juga dalam mengelola sumber daya alam yang dilakukan secara berkelanjutan dan mengambil langkah-langkah untuk melindungi lingkungan hidup dari kerusakan.
Namun bukan hanya itu rekam jejak kandidat juga menjadi penting bagi pemilih untuk dapat memilih pemimpinya, bagaimana selama hidupnya dia banyak melakukan apa dan dia bersama kelompok masyarakat yang seperti apa dalam kehidupan politiknya. Ini juga salah satu hal penting untuk dipertimbangkan pemilih dalam menghadapi pilkada.
Jadi pada prinsipnya politik dalam hal ini politik elektoral adalah seperti saya sampaikan diatas bukan hanya ajang pameran citra diri sebagai yang paling baik dan paling religius dan karenanya pantas untuk dipilih namun lebih dari itu untuk dapat menjadi seorang pemimpin kita sebagai pemilih wajib memastikan visi misi dan program kerja memenuhi kebutuhan kita sebagai rakyat dan program kerja itu terukur dan terjelaskan cara mencapainya dan tentunya rekam jejak calon menjadi penting, sebab semua orang bisa berjanji namun tidak semua dapat menepati janji.
Ingat jangan pilih yang ingkar janji !!
Palu 22 Juli 2024
*Penulis adalah petani pisang.