Haji Yang Sombong - Utustoria Haji Yang Sombong - Utustoria

Haji Yang Sombong

552
Spread the love

Photo: Ilustrasi

Oleh: Supriadi Lawani*

Utustoria.com – Beberapa waktu lalu saya dan teman menonton vidio pendek tentang kisah seorang Haji Mabrur tanpa pernah ke baitullah,iya dia tidak pernah ke Mekkah apalagi menyentuh hajaral Aswad. Dia dikatakan sebagai Haji Mabrur oleh oleh dua malaikat yang berdialog dalam mimpi Abdullah bin Al Mubarak.

Kisah ini diambil dari buku Koleksi Hadits dan Kisah Teladan Muslim karya Ahmad Saifudin dan Mahdi. Singkatnya kisah itu menceritakan seorang Ali bin Al Muwaffaq seorang lelaki sederhana yang berprofesi sebagai seorang tukang sol sepatu di kota Damaskus Suriah.

Ali bin Al Muwaffaq menjadi haji mabrur meskipun tidak pernah ke baitullah hanya karena telah menghabiskan seluruh tabungannya yang dia simpan bertahun – tahun untuk membelikan makanan dan modal usaha kepada janda dan anak – anak yatim yang kelaparan, padahal uang yang dia simpan bertahun – tahun itu dimaksudkan sebagai biaya perjalanan ibadah haji. Perbuatan super ikhlasnya untuk membantu orang miskin dan anak yatim tanpa pamrih, tanpa pamer dan gembar gembor apalagi membawa juru warta inilah yang dalam kisah itu membuat dia menjadi haji mabrur meskipun tidak pernah ke baitullah.

Membaca atau menonton kisah ini membuat kita paham bahwa untuk menjadi haji mabrur kita harus ikhlas, jujur dan peduli kepada sesama tanpa ada rasa ujub, angkuh dan sombong. Semuanya kita lakukan hanya karena mengharap ridho Allah SWT.

                       ***

Berkebalikan dengan kisah diatas akhir – akhir ini saya menyaksikan tidak sedikit orang – orang yang telah melakukan ibadah Haji terkesan menunjukkan sikap sombong. Di era media sosial saat ini memang mudah untuk melakukan tindakan pamer atau flexing dan yang begitu aneh adalah perilaku flexing ini juga dilakukan saat sedang dan setelah melakukan melakukan perjalanan ibadah Haji, dokumentasi adalah baik tapi pamer saat sedang ibadah saya kira adalah perbuatan yang berlebihan, perbuatan ujub bahkan dapat menjadi perbuatan yang riya’.

Kita tahu bersama bahwa ibadah haji adalah salah satu rukun Islam yang memiliki makna spiritual yang mendalam. Namun, kesombongan dalam menjalankan ibadah ini dapat merusak niat dan tujuan dari haji itu sendiri.

Haji seharusnya menjadi waktu untuk merendahkan diri di hadapan Allah, mengakui dosa-dosa, dan memperbaiki diri. Kesombongan, seperti merasa lebih baik daripada orang lain atau pamer, bertentangan dengan esensi haji yang mengajarkan kesederhanaan, kerendahan hati, dan persaudaraan sesama muslim.

Kita tahu bersama bahwa gelar haji di negeri ini adalah warisan kolonial Belanda dengan tujuan politik tertentu. Dipanggil Haji didepan nama kita mungkin tidak masalah, namun penting untuk menjaga niat dan tidak membiarkan rasa bangga berubah menjadi kesombongan. Gelar haji seharusnya menjadi motivasi untuk terus memperbaiki diri, berbuat kebaikan, dan menjadi teladan yang baik bagi orang lain. Menggunakan gelar haji untuk pamer atau merasa lebih unggul daripada orang lain dapat menghilangkan nilai ibadah yang sebenarnya dan merusak pahala yang telah diperoleh. Apalagi menggunakan gelar haji untuk tujuan politik agar mendapatkan legitimasi religius saya kira itu adalah perbuatan yang sangat keterlaluan. Naudzubillah Min Dzalik!!

Palu 8 Juli 2024.

*Penulis adalah petani pisang


TAG