Photo: Supriadi Lawani
Oleh: Supriadi Lawani*
Utustoria.com – Di media ini sekira bulan september tahun lalu saya pernah menulis tulisan pendek yang saya beri judul “Pemilu Sebagai Kritik”. Pemilu dalam tulisan itu adalah singkatan dari pemilihan umum. Dalam tulisan pendek kali ini meskipun dengan judul yang berbeda namun berangkat dengan logika yang sama, karena tidak ada kebaruan tanpa kritik, bagi saya kebaruan selalu mengandaikan kritik oleh karenanya saya ingin berbagi argumentasi saya tentang pemilihan kepala daerah sebagai perwujudan politik khususnya di kabupaten Banggai ini dan hubungannya dengan kebaruan.
Meskipun dalam pelaksanaannya pemilu dan pemilihan atau lebih dikenal dengan pilkada berbeda dasar hukumnya namun dalam tatacara dan mekanisme pemilu dan pemilihan memiliki kesamaan yang signifikan. Namun dalam kesempatan ini saya tidak ingin mendiskusikan terkait itu karena dalam kesempatan yang lain sebelumnya meskipun tidak eksplisit saya sedikit banyak telah menulis catatan terkait pengisian jabatan kepala daerah.
Seperti yang saya sebutkan diatas dalam kesempatan ini saya ingin berdiskusi terkait pemilihan kepala daerah atau lebih khusus pemilihan Bupati dan wakil Bupati kabupaten Banggai dan hubungannya dengan kebaruan dalam politik.
Dialektika Kebaruan
Étienne Balibar, seorang filsuf Perancis kontemporer mengatakan bahwa dialektika adalah alat analitis untuk memahami dinamika kekuasaan, ideologi, dan perubahan sosial dalam dunia yang kompleks dan terus berkembang.
Dialektika kebaruan adalah konsep yang menggambarkan proses dinamis di mana ide-ide baru atau gagasan baru muncul melalui interaksi dan konfrontasi dengan realitas dan ide-ide yang sudah ada, dialektika kebaruan adalah hasil dari kontradiksi dari dalam realitas itu sendiri.
Dalam kerangka dialektika, kebaruan tidak muncul secara tiba-tiba, melainkan sebagai hasil dari konflik, negosiasi, dan sintesis antara pemikiran atau keadaan yang bertentangan.
Melalui proses dialektika ini, kebaruan dihasilkan sebagai bentuk perkembangan atau evolusi dari pemikiran atau keadaan yang sebelumnya ada. Dialektika kebaruan ini penting dalam banyak bidang, termasuk filsafat, ilmu sosial, dan politik, karena memungkinkan terjadinya perubahan dan inovasi yang berkelanjutan.
Politik Kebaruan Di Banggai
Politik kebaruan merujuk pada konsep atau pendekatan politik yang berfokus pada perubahan dan inovasi dalam sistem politik yang ada. Dalam konteks daerah atau lebih khusus kabupaten ini bisa mencakup berbagai hal seperti reformasi prioritas kebijakan baru yang lebih inklusif dan adil, serta komitmen baru dalam membangun dan memajukan daerah dengan keterlibatan semua pihak dan mulai membangun tradisi politik yang partisipatif untuk bergerak menuju dan mewujudkan pembangunan yang juga partisipatif sehingga dapat terukur dan berkelanjutan.
Namun perlu dinggat bahwa kebaruan juga adalah suatu yang sifatnya subjektif, dan dalam politik subjeknya tidak lain adalah mayoritas rakyat. Kebaruan lahir dengan imajinasi kolektif. Ketika imajinasi kolektif rakyat ini menyatu dengan kepimpinan yang tepat maka kebaruan menemukan objektifitasnya.
Politik kebaruan sering kali diusung oleh partai politik atau tokoh politik (politisi) yang ingin membawa perubahan signifikan dalam menjalankan pemerintahan, dengan tujuan meningkatkan efisiensi, transparansi, dan akuntabilitas. Ini dapat hadir karena aktor politik tersebut sering berkomunikasi dengan mayoritas rakyat memahami imajinasi perubahan secara kolektif yang ada ditingkatkan massa.
Politisi dengan gagasan politik kebaruan akan menunjukkan bagaimana inovasi dan pemikiran segar dapat diterapkan dalam konteks politik untuk menghadapi tantangan modern dan menciptakan perubahan positif dalam masyarakat khususnya di kabupaten Banggai ini.
Pertanyaan yang akan hadir selanjutnya adalah apakah ada politik kebaruan di kabupaten Banggai Sulawesi Tengah menjelang pemilihan Bupati dan wakil Bupati Kabupaten Banggai? Saya kira saya tidak dapat menyimpulkannya disini, yang dapat menyimpulkan adalah rakyat Banggai sendiri, pemilih yang akan memberikan suaranya pada hari pemungutan suara nanti yang akan menjadi penentu.
Kita masyarakat kabupaten Banggai dihadapkan pada persoalan yang multisektoral mulai dari banyaknya pengganguran, banyaknya pekerja rentan yang sewaktu – waktu terhempas menjadi pengguguran, angka stunting yang masih tinggi, layanan publik seperti listrik dan air bersih yang belum bisa dikatakan baik dan masih banyak persoalan – persoalan lainnya yang kedepannya harus dibenahi dan diperbaiki dan itu semua akan terwujud jika politik kebaruan mendapatkan objektivitasnya.
Sama seperti pemilu, pilkada sebagaimana dikatakan Hasyim Asy’ari merupakan sarana politik bagi rakyat untuk melakukan komunikasi politik, rotasi kekuasaan secara damai dan sarana pertanggungjawaban politik.
Pilkada adalah musyawarah besar rakyat, demikian pula di kabupaten Banggai ini pilkada adalah musyawarah besar rakyat Banggai untuk memilih pemimpin yang baru dengan prinsip kebaruan atau tetap bertahan dengan pemimpin yang konservatif dan dekaden.
Sebagai penutup saya ingin menyampaikan bahwa jika kita ingin berubah maka kritik dibutuhkan dan konsekuensi dari kritik adalah selalu menghasilkan kebaruan sehingga daripadanya kita dapat melihat alternatif.
Luwuk 28/6/2024
*Penulis adalah petani pisang