Photo: Ilustrasi
Surat Kepada Penyair Oleh: Supriadi Lawani Selain nasi, pemuda pemuda miskin itu juga butuh puisi, butuh sastra biar bisa peka dan bertanya atas kemiskinan dan ketertindasannya. Adakah penyair yang bisa membuatkan puisi untuk mereka?? Untuk mengkisahkan penderitaan itu! Untuk menyemangati bahwa ada alternatif didepan sana jika mereka mau bersatu bergerak. Adakah penyair rakyat yang mau menceritakan tentang tanah yang telah hilang itu!? Tentang mereka yang terusir dari tanahnya yang dulu adalah tempat leluhur menyandarkan hidupnya. Adakah penyair yang mau berkisah tentang banyak pemuda pengangguran itu? Tentang buruh yang tak punya rumah! Tentang kontrakan yang mahal! Tentang kesedihan dan kepedihan mereka. Mungkin mengungkapkan kemiskinan dalam bahasa puisi tidak lagi memikat para penyair !? Khairil, Rendra dan Thukul kini tak ada lagi. Kemiskinan seperti hilang dalam kosakata para penyair. Dan pemuda-pemuda miskin itu kini berbaris mencari nasi dengan jiwa yang kering. Sayang saya bukan penyair, tidak memiliki kata- kata yang indah dan menggetarkan hati untuk jiwa - jiwa yang kering. Pemuda - pemuda miskin mungkin kekeringan jiwamu akan berumur panjang!? Tidak akan ada yang menulis puisi tentang mu, tentang hidupmu tentang tanah leluhurmu, tentang kesedihanmu. Tidak akan ada Langston Hughes disini yang bisa bercerita tentang kalian apa adanya dengan kalimat puitisnya. Pemuda - pemuda miskin, belajarlah menulis sendiri kisahmu, jadikan puisi dan gugahlah jiwa - jiwa yang kering itu. Sirami mereka dengan harapan dan cinta, tentang kemanusiaan yang hampir hilang. Kilongan permai. 24/4/2024 *Penulis adalah petani pisang