Orang Miskin dan Luputnya Layanan Kesehatan, Sepenggal Cerita Dari Kampung Transmigrasi - Utustoria Orang Miskin dan Luputnya Layanan Kesehatan, Sepenggal Cerita Dari Kampung Transmigrasi - Utustoria

Orang Miskin dan Luputnya Layanan Kesehatan, Sepenggal Cerita Dari Kampung Transmigrasi

301
Spread the love

Photo: Supriadi Lawani

Oleh : Supriadi Lawani

Utustoria.com – Tulisan singkat ini saya buat dalam perjalanan dari kecamatan Bualemo kabupaten Banggai Sulawesi Tengah dengan perasaan emosional yang mendalam. Jalan dari Bualemo ke Luwuk belum sepenuhnya baik meskipun ada proyek perbaikan jalan dari pemerintah provinsi, masih banyak ruas jalan yang berlubang dan berdebu belum lagi dilansir beberapa media pelaksana proyek oleh Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK RI) harus mengembalikan dana miliaran  rupiah kepada negara diakibatkan oleh tata kelola proyek perbaikan jalan yang amburadul dan merugikan keuangan negara. Proyek perbaikan jalan ini diduga dikerjakan oleh pengusaha yang masih kerabat dari salasatu elit politik di kabupaten Banggai.

Dalam perjalanan itu kami mampir disalasatu rumah atau tepatnya disebut pondok milik warga transmigrasi di desa Tikupon dimana penduduk dusun Transmigrasi ini didominasi etnis jawa. Pondok berdinding papan tua keropos dengan lantai tanah berkamar satu, saya melihat atap rumbia yang sedikit bocor.

Tujuan kami mampir adalah sekedar silaturahmi dengan pemilik rumah sekedar menanyakan kabar dan situasi kampung. Dan alangkah terkejutnya kami dengan situasi bapak pemilik rumah, lelaki sekira berusia 64 tahun yang terduduk lemas memandang langit dari balik jendela reyot ditemani istrinya berusia kurang lebih sama.

Laki – laki itu sedang sakit dan dalam kondisi lemas yang terlihat dari wajahnya yang pucat, saya melihat ada segelas air dari cangkir plastik, obat warung penahan sakit berbentuk puyer, kami secara spontan menanyakan penyakitnya dan dia menjawab bahwa ada benjolan di perut bagian bawah yang ternyata sudah kurang lebih setahun dia menderita dengan penyakit ini.

Dari keterangan istrinya ternyata mereka sudah mendatangi Rumah Sakit Umum Daerah Banggai di Luwuk dan oleh dokter disarankan untuk operasi. Namun ternyata operasi tidak bisa dilakukan karena tidak ada biaya.

“Kami sudah ke rumah sakit dan diminta untuk segera dilakukan operasi namun kami tidak bisa karena tidak punya biaya” demikian dikatakan istrinya yang membuat saya menarik nafas dalam.

Teman saya langsung menimpali dengan bertanya apakah tidak ada BPJS kesehatan dan kenapa harus bayar karena kondisi keluarga seperti bapak itu seharusnya iurannya ditanggung pemerintah daerah.

“Apakah tidak ada BPJS yang ditanggung iurannya oleh pemerintah ? Dengan kondisi bapak seperti ini harusnya tidak perlu bayar iuran BPJS” demikian kata teman saya.

Namun bapak itu hanya diam, istrinya justru yang mengatakan bahwa mereka tidak punya BPJS dan kalau mau operasi harus bayar, pernyataan yang membuat kami berdua tertegun.

“Kami tidak punya BPJS pak, kalau operasi maka kami harus bayar dan kami tidak punya uang untuk bayar operasi” demikian kata istri bapak tua itu.

Saya kemudian menanyakan keberadaan anaknya dan bekerja di mana, laki – laki tua itu hanya diam dan kembali istrinya yang menjawab bahwa anaknya sedang di hutan membantu tetangganya untuk memotong kayu dan sedang belajar menggunakan gergaji mesin (sensow).

“Anak saya belajar potong kayu pakai sensow setiap sore menjelang malam dia pulang” ucapnya.

Kembali jawaban ibu itu membuat kami menarik nafas. Ternyata hidup sebagai transmigrasi tidak selamanya indah.

Namun dengan perasaan berkecamuk kami hanya bisa menyarankan untuk meminta petunjuk kepala desa barangkali bisa membantu membuatkan BPJS yang ditanggung pemerintah dan bapaknya bisa segera di operasi.

Layanan kesehatan gratis untuk rakyat miskin adalah langkah positif dalam meningkatkan aksesibilitas pelayanan kesehatan dan memastikan bahwa semua lapisan masyarakat dapat mendapatkan perawatan yang mereka butuhkan tanpa beban finansial yang berat.

Di Indonesia sendiri Jaminan kehidupan dan Kesehatan, ditegaskan dalam konstitusi sebagaimana Undang-Undang Dasar Tahun 1945 Pasal 28 H menegaskan bahwa setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan.

Atas dasar itu, maka diterbitkan Undang-Undang No. 40/2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) yang salah satu programnya adalah Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) , yang pelaksanaannya diselenggarakan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan.

Dalam diam saya berpikir bahwa daerah ini sudah harus diwakili atau dipimpin oleh orang – orang cerdas dalam berpikir dan peka dalam merasakan penderitaan rakyat. Empati terhadap kemiskinan rakyat menjadi penting dalam sifat serta karakter wakil rakyat dan pemimpin negara atau daerah ini.

Pemimpin adalah anak rakyat, hidup bersama rakyat dan berjuang bersama rakyat, bukan sebaliknya dengan angkuh memamerkan kekayaan dan bangga diatas kemiskinan dan penderitaan rakyat.

Seharusnya dengan dasar konstitusi dan undang – undang SJSN maka bapak yang miskin dan sedang sakit parah itu mendapatkan layanan kesehatan gratis dari negara dalam hal ini pemerintah daerah namun ternyata kenyataan menjelaskan lain.

Langit makin gelap dan udara mendadak dingin, dengan berat hati kami lalu pamit pulang, teman saya menitipkan beberapa ratus ribu uang kertas kepada istri bapak yang sedang sakit itu, sambil mengiringi kami keluar rumah si ibu berkata bahwa mereka akan menjual ladang setengah hektarnya untuk operasi dan kami hanya bisa berkata insya Allah ada jalan keluar lain tanpa harus menjual tanah sebagai sandaran hidup satu- satunya.

*Penulis adalah petani pisang


TAG