Photo: Ilustrasi Gantung Diri
Oleh: Supriadi Lawani
Fenomena Bunuh Diri
Utustoria.com – Di Banggai beberapa bulan dan tahun terakhir ini terjadi banyak fenomena bunuh diri, dan ini menjadi horor sekaligus menimbulkan banyak pertanyaan kenapa sampai fenomena seperti ini menjadi semacam virus yang menular dan menjangkiti mental seseorang.
Memang bunuh diri adalah suatu perilaku atau tindakan yang bisa menular dan ini telah menjadi suatu objek kajian yang sudah lama khususnya dalam kajian yang sifatnya sosiologis dan kemudian memberikan kesimpulan ilmiah bahwa perilaku atau tindakan bunuh diri adalah sesuatu yang menular.
Dalam perspektif sosiologi, penularan bunuh diri atau “suicide contagion” mengacu pada fenomena di mana perilaku atau tindakan bunuh diri seseorang dapat mempengaruhi orang lain untuk melakukan tindakan serupa. Penularan bunuh diri dapat terjadi melalui beberapa mekanisme sosial, seperti eksposur terhadap berita atau cerita bunuh diri, identifikasi dengan orang yang bunuh diri, atau tekanan sosial dari kelompok tertentu.
Emile Durkheim, seorang sosiolog terkenal, mempelajari bunuh diri dalam karyanya yang terkenal, “Suicide: A Study in Sociology.” Dia mengidentifikasi tiga jenis bunuh diri, yaitu bunuh diri egoistik (karena isolasi sosial), bunuh diri altruistik (karena tekanan sosial untuk berkorban), dan bunuh diri anomi (karena ketidakstabilan sosial).
Peneliti modern juga memperhatikan peran media sosial dan internet dalam penularan bunuh diri.
Sosiologi memahami bahwa faktor-faktor sosial, seperti lingkungan dan interaksi sosial, dapat memengaruhi perilaku bunuh diri, dan upaya pencegahan dan intervensi sosial seringkali diperlukan untuk mengurangi penularan bunuh diri dan mendukung individu yang rentan.
Ketidakstabilan Sosial dan Bunuh Diri
Ketidakstabilan sosial dapat memainkan peran dalam meningkatkan risiko bunuh diri dalam masyarakat. Ketika suatu masyarakat mengalami ketidakstabilan sosial seperti krisis ekonomi misalnya ini dapat menjadi salah satu faktor atau penyebab yang dapat mempengaruhi kesejahteraan mental individu.
Upaya untuk membangun koneksi sosial, meningkatkan hubungan interpersonal, dan menyediakan sumber daya mental dan emosional kepada individu yang merasa terisolasi secara ekonomi atau tertekan secara ekonomi adalah langkah-langkah penting dalam pencegahan bunuh diri.
Jadi faktor sosial ekonomi menjadi salah satu faktor yang dapat merubah mental seseorang selain banyak faktor – faktor lain tentunya.
Krisis Ekonomi Dan Bunuh Diri
Krisis ekonomi dapat memiliki dampak yang signifikan pada tingkat bunuh diri dalam masyarakat. Ketika ekonomi mengalami kemerosotan, banyak orang dapat mengalami tekanan finansial atau tekanan keuangan yang parah, kehilangan pekerjaan dan ketidakpastian ekonomi.
Faktor-faktor ini dapat meningkatkan risiko bunuh diri karena mereka dapat menyebabkan tekanan stres, depresi, dan perasaan putus asa.
Beberapa kemungkinan di mana krisis ekonomi dapat berkontribusi pada peningkatan bunuh diri antara lain adalah yang pertama situasi dimana seseorang kehilangan pekerjaan, ketika banyak orang kehilangan pekerjaan mereka akibat krisis ekonomi, ini dapat menyebabkan stres finansial atau keuangan yang signifikan dan perasaan putus asa.
Yang kedua kesulitan keuangan dimana ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar seperti makanan, perumahan, atau perawatan medis dapat meningkatkan tekanan emosional.
Ketiga ketidakpastian ekonomi, ketidakpastian tentang masa depan ekonomi dapat menyebabkan kecemasan yang tinggi dan stres jangka panjang.
Keempat ketiadaan atau ketidakmampuan mendapatkan akses ke layanan kesehatan mental, selama krisis ekonomi, banyak orang mungkin mengalami kesulitan dalam mengakses layanan kesehatan mental yang diperlukan.
Untuk mengurangi risiko bunuh diri selama krisis ekonomi ditengah inflasi yang selalu setia maka penting untuk memberikan dukungan sosial dan ekonomi kepada individu yang terkena dampak, meningkatkan akses ke layanan kesehatan mental, dan menyediakan program pencegahan bunuh diri yang efektif.
Pencegahan bunuh diri melalui dukungan sosial, edukasi, dan akses ke perawatan mental dapat menjadi langkah-langkah penting selama periode kemarau panjang krisis ekonomi.
*Penulis adalah petani pisang
Photo: Supriadi Lawani