Sastra Sebagai Kritik - Utustoria Sastra Sebagai Kritik - Utustoria

Sastra Sebagai Kritik

2515
Spread the love

Photo: Supriadi Lawani

Penulis : Supriadi Lawani

Utustoria.com – Nikolai Chernyshevsky, seorang penulis, filsuf, dan kritikus sosial Rusia abad ke-19, memiliki pandangan yang penting tentang seni dalam karyanya yang terkenal, “What Is to Be Done?” (“Что делать?” dalam bahasa Rusia), yang diterbitkan pada tahun 1863. Dalam karyanya ini, ia menyatakan pandangan kontroversialnya tentang seni.Chernyshevsky menganggap seni sebagai alat yang kuat untuk membentuk pandangan dan perilaku sosial. Dia berpendapat bahwa seni harus memiliki nilai moral yang tinggi dan harus berfungsi untuk meningkatkan moralitas dan kesejahteraan masyarakat. Baginya, seni seharusnya tidak hanya berfungsi sebagai hiburan, tetapi juga sebagai alat untuk mengubah masyarakat.Dalam pemikiran Chernyshevsky, seni harus mencerminkan idealisme sosial, dan seniman seharusnya menjadi “ingenieur de l’âme” atau “insinyur jiwa,” yang bertugas memandu orang-orang menuju perbaikan moral dan sosial. Pandangan ini sangat mencerminkan pendekatannya yang kuat terhadap pengaruh sastra dan seni terhadap perubahan sosial dan politik. Bagi Chernyshevsky seni harus kritis.

Sastra Sebagai Seni

Sastra adalah salah satu bentuk seni yang paling tua dan kuat. Ini adalah ekspresi kreatif manusia melalui kata-kata tertulis atau lisan untuk menciptakan karya yang mengandung nilai estetika, emosional, dan intelektual. Berikut adalah beberapa cara di mana sastra dianggap sebagai seni:

  • Pertama Ekspresi Kreatif: Penulis sastra menggunakan bahasa untuk menciptakan karya-karya yang menggambarkan pikiran, perasaan, dan pengalaman manusia. Ini adalah bentuk ekspresi kreatif yang memungkinkan mereka untuk menyampaikan gagasan, emosi, dan pemikiran mereka dengan cara yang unik.
  • Kedua Estetika: Sastra memiliki nilai estetika yang kuat. Penulis sering memperhatikan gaya, penggunaan bahasa, dan struktur naratif untuk menciptakan karya yang indah dan memikat secara artistik. Karya sastra sering dianggap sebagai seni visual yang menggambarkan gambar-gambar dan nuansa dengan kata-kata.
  • Ketiga Emosi dan Empati: Sastra memiliki kemampuan untuk menggerakkan emosi pembaca atau penonton. Karya sastra dapat menghadirkan pengalaman emosional yang mendalam dan menginspirasi empati terhadap karakter dan situasi yang digambarkan dalam cerita.
  • Keempat Penafsiran yang Beragam: Seperti seni pada umumnya, sastra dapat diinterpretasikan dengan beragam cara oleh pembaca yang berbeda. Ini memberikan ruang bagi pengalaman yang unik dan beragam saat membaca atau menikmati karya sastra.
  • Kelima Refleksi Kehidupan dan Manusia: Sastra sering menjadi cermin kehidupan manusia, masyarakat, dan kondisi manusia. Ini dapat mengangkat isu-isu sosial, politik, budaya, dan filosofis yang memicu pemikiran mendalam tentang kondisi manusia.
  • Keenam Pengaruh Budaya: Karya sastra dapat memiliki pengaruh yang signifikan pada budaya dan masyarakat. Mereka dapat membentuk pemikiran, nilai-nilai, dan pandangan dunia generasi-generasi berikutnya.

Secara keseluruhan, sastra dianggap sebagai seni karena kemampuannya untuk menginspirasi, menghibur, dan mempengaruhi manusia dengan cara yang mendalam dan beragam. Ini adalah medium yang kuat untuk mengekspresikan kreativitas dan merenungkan berbagai aspek eksistensi manusia.

Sastra Sebagai Kritik

Sastra seringkali berfungsi sebagai alat kritik terhadap masyarakat, budaya, dan politik. Penulis sering menggunakan karya sastra mereka untuk mengungkapkan pandangan kritis tentang berbagai isu sosial dan politik. Melalui cerita, puisi, atau drama, sastra dapat menyampaikan pesan-pesan yang memprovokasi pemikiran dan mengajak pembaca atau penonton untuk merenungkan aspek-aspek tertentu dalam kehidupan mereka.Contoh-contoh klasik seperti “1984” karya George Orwell atau “Animal Farm” juga karya Orwell adalah contoh bagaimana sastra dapat digunakan sebagai kritik sosial dan politik terhadap totalitarisme dan korupsi kekuasaan. Begitu pula dengan karya-karya seperti “To Kill a Mockingbird” karya Harper Lee yang mengkritik ketidakadilan rasial dan “Brave New World” karya Aldous Huxley yang merenungkan dampak teknologi terhadap masyarakat.

Di Indonesia kita mengenal Pramudya Ananta Toer, Khairil Anwar, WS Rendra dan Wiji Thukul sastrawan kritis yang menyumbang banyak bagi dunia dan kemanusiaan.

Jadi, sastra memiliki peran yang kuat dalam membawa kritik terhadap berbagai aspek kehidupan manusia dan membantu kita memahami dunia dengan sudut pandang yang lebih dalam dan kritis.

Bagi saya sastra yang tidak kritis adalah sastra yang menghambah pada kekuasaan.