Puluhan eks karyawan PT SASL & Sons korban PHK keluhkan kompensasi - Utustoria Puluhan eks karyawan PT SASL & Sons korban PHK keluhkan kompensasi - Utustoria

Puluhan eks karyawan PT SASL & Sons korban PHK keluhkan kompensasi

2897
Spread the love

Photo: PT. SASL AND SONS (Istimewa)

Utustoria.com, Banggai – Sejumlah eks karyawan PT SASL & Sons Indonesia Desa Kayutanyo Kecamatan Luwuk Timur Kabupaten Banggai, mengeluhkan kompensasi atau pesangon yang belum juga dibayarkan pihak perusahaan sampai saat ini terhitung sejak berakhirnya masa kerja 31 Desember 2022. Sebelumnya, menurut informasi yang diterima eks karyawan tersebut dari pihak perusahaan bahwa uang kompensasi akan dibayar pada tanggal 24 Januari 2023. Tidak hanya itu, bahkan jumlah karyawan yang berhak menerima kompensasi hanya tercatat 38 orang saja. Padahal dari keterangan yang diperoleh awak media bahwa sebenarnya ada lebih dari 38 orang karyawan yang kontraknya berakhir dan berhak atas kompensasi.

Masalah tidak hanya berakhir disitu saja, nominal kompensasi yang dibayarkan pihak perusahaan pun jauh dari kata sesuai, dan dinilai tidak sebanding dengan masa kerja karyawan. Berdasarkan surat yang dikeluarkan pihak perusahaan dengan nomor SASL.Adm/035/II/2023 melampirkan bahwa seluruh eks karyawan baik dengan masa kerja 3 tahun ataupun kurang diketahui hanya menerima kompensasi sebesar 1.395.333, merata tanpa terkecuali. Kompensasi tersebut hanya menghitung masa kerja 7 bulan terakhir, tanpa meninjau kembali kapan perjanjian kerja terjadi pertama kali. Nominal kompensasi tersebut juga hanya berdasarkan gaji pokok tanpa tunjangan, penggantian hak, dan penghargaan masa kerja. Seorang eks karyawan yang enggan disebutkan namanya membeberkan bahwa dia sudah bekerja selama 3 tahun, dan mengalami beberapa kali perpanjangan kontrak. Akan tetapi kompensasi hanya dihitung selama 7 bulan terakhir sebelum kontrak selesai. Padahal jika memperhatikan masa kerja secara hukum, dihitung sejak adanya hubungan kerja antara pekerja dan pengusaha atau sejak pekerja pertama kali mulai bekerja  berdasarkan  perjanjian kerja. Hal ini merujuk bunyi Pasal 50 UU Ketenagakerjaan:

Hubungan kerja terjadi karena adanya perjanjian kerja antara pengusaha dan pekerja/buruh.

Disisi lain pihak perusahaan mengklaim bahwa perhitungan tersebut sudah sesuai regulasi berdasarkan PERPPU Cipta Kerja Nomor 02 Tahun 2022 yang ditetapkan pada tanggal 30 Desember 2022. Hal inilah yang memicu perdebatan dan mengundang tanda tanya bagi beberapa pihak.

Mengenai PERPPU Cipta Kerja

Sejak awal diterbitkan, Perppu sudah memunculkan penolakan dari kalangan pekerja seluruh Indonesia. Mereka menilai bahwa PERPPU Cipta Kerja tersebut inkonstitusional dan menuntut DPR RI agar menolak mengesahkan PERPPU tersebut. “Penolakan ini didasari setelah mempelajari isi perppu, sangat merugikan kepentingan kaum buruh, petani, nelayan, miskin kota, kaum guru dan tenaga honorer, pekerja rumah tangga, dan juga kelas pekerja lainnya,” kata Said Iqbal sebagai Presiden Partai Buruh dalam konferensi pers di lokasi demo seperti dikutip dari Tempo.co (14/1/2023).

Yang menjadi pertanyaan disini adalah bagaimana bisa PERPPU yang belum disahkan sudah diberlakukan? Dilansir dari Bisnis.com, Jika dibandingkan dengan UU 11/2020 Cipta Kerja, setidaknya ada 29 pasal yang dihapus di Perppu 2/2022. Namun, penghapusan tersebut tidak berhubungan dengan soal pesangon pekerja. Artinya, ketentuan uang pesangon pekerja tetap mengacu pada PP No. 35 Tahun 2021 tentang Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, Alih Daya, Waktu Kerja dan Waktu Istirahat, dan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) yang ditetapkan pada 2 Februari 2021.

Apa dampak Perppu No. 2/2022 terhadap pesangon pekerja? Jawabnya, bisa dikatakan tidak ada. Pada Perppu No. 2/2022 tentang Cipta Kerja, Pasal 156 ayat (1) ditegaskan

“Dalam hal terjadi pemutusan hubungan kerja, pengusaha wajib membayar uang pesangon dan/atau uang penghargaan masa kerja dan uang penggantian hak yang seharusnya diterima.”

Penjelasan tersebut di atas secara langsung sudah mementahkan klaim sepihak terkait penyesuaian terhadap regulasi yang berlaku oleh pihak perusahaan dalam hal ini PT SASL.

Harapan Eks Karyawan

Salah satu eks karyawan yang enggan disebutkan namanya, sangat berharap akan ada peran Disnaker sebagai mediator dalam kasus ketenagakerjaan seperti ini. “Tolonglah dengarkan keluhan kami dan tolong jelaskan bagaimana peraturan perundang-undangan berlaku. Kalau perlu dari DPRD Kab Banggai harus turun mengatasi masalah ini,” tutupnya. (Red)