Photo: Anggota Sanggar Teater Athena dan tim dari Yayasan Penyu Indonesia (YPI) berfoto bersama usai pentas. (Sumber: Muhammad Zain)
Utustoria.com, Banggai. Berbagai cara dilakukan untuk menyampaikan keresahan dan perspektif perihal kondisi alam dan lingkungan sosial.
Sebagai kelompok yang bergerak di bidang kesenian, Sanggar Teater Athena menggambarkan realita kehidupan yang ada lewat karya sastra dan seni pertunjukan.
Jumat malam (23/12/22), komunitas kesenian yang didirikan Abdy Gunawan dan Ikbal Maulana Aziz itu, menggelar pentas teater bertajuk “Bersembunyi di Balik Dosa” di RTH Teluk Lalong, Kelurahan Keraton, Kecamatan Luwuk.
Bukan tanpa maksud dan tujuan, Lady Diana Khartiono, Sutradara pentas tersebut menuturkan, “Bersembunyi di Balik Dosa” adalah sebuah drama yang menggambarkan kondisi ketika penyu benar-benar punah akibat konsumsi daging dan telur, perburuan dan perdagangan liar, pengrusakan ekosistem, dan pengambilan sisik dan cangkang penyu untuk dijadikan hiasan.
“Semua yang dilakukan manusia terhadap penyu di teater kami, dibalas dengan kekejaman yang sama oleh manifestasi arwah penyu, nah ini merupakan gambaran dari dampak nanti jika kita merusak elemen apapun dari alam,” tutur wanita yang juga merupakan dosen di Fakultas Perikanan Universitas Muhammadiyah Luwuk Banggai itu.
Photo: Salah satu adegan pentas teater “Bersembunyi di Balik Dosa” yang dibawakan Sanggar Teater Athena.
Senada dengan penjelasan Lady, Abdy Gunawan si empunya ide cerita dan naskah, mengungkapkan bahwa teater tersebut berisikan pandangan alternatif Sanggar Athena jika penyu yang dibunuh oleh manusia ternyata memiliki jiwa, merasa sakit hati, dan ingin menuntut balas.
“Sindiran pada orang-orang yang berdagang, berburu dan mengkonsumsi penyu, kita kemas menjadi pentas teater yang tentu bukan sekedar kampanye lingkungan biasa, karena ada sosok hantu di sana, jadi ada adegan-adegan di luar prediksi penonton,” sambung lulusan Fakultas Sastra Universitas Sam Ratulangi itu.
Lebih lanjut salah seorang aktor, Fahri Sahada ikut berkomentar. Pada sesi wawancaranya, Fahri menerangkan, kurang lebih selama dua minggu, para aktor berlatih, walaupun mereka memiliki profesi serta kesibukan masing-masing.
“Pendalaman karakter memang bukanlah hal mudah, namun proses diskusi dan refleksi setiap selesai latihan sangat membantu dalam menguatkan karakter masing-masing aktor,” sambung Fahri yang pada pentas tersebut berperan sebagai Hantu Penyu.
Selain Fahri, aktor lain yang juga turut berpartisipasi adalah Puput Oktaviani, Firmansyahbudin Dayanun, Aiko Fina, dan Chelssy Oktaviana. Sementera di tim produksi, ada Annisa Dunggio dan Adindha Nurhalifah Pusadan.
Sebelum pementasan yang disajikan Sanggar Athena menghibur ratusan pengunjung RTH saat itu, mereka dibuat terkesan dengan penampilan pembuka berupa musikalisasi puisi yang dibawakan pegiat literasi senior, Ali Sofyan dan musik akustik oleh musisi kenamaan Banggai, Arifin yang membawakan lagu ciptaannya sendiri berjudul “Alam untuk Kita”.
Penampilan teater Sanggar Athena merupakan acara puncak dari rangkaian kegiatan Pekan Penyu Banggai yang diinisiasi Yayasan Penyu Indonesia.
Sebagai tambahan informasi, walaupun baru berusia dua tahun, Sanggar Teater Athena telah memproduksi berbagai karya dalam bidang teater dan film, diantaranya, film indie “Lekos” dan “Maliu” yang telah ditonton puluhan ribu kali di youtube, pentas teater “Rick dari Corona”, “Malu Aku Jadi Orang Indonesia”, “Pinangan”, serta pentas monolog “Gadis Tanpa Sepatu”.
Sanggar Teater Athena aktif pula menciptakan ruang-ruang penyaluran kreativitas di bidang sastra, dengan kelas menulis puisi mingguan yang terbuka untuk umum dan kegiatan Selastra (Selasa dengan Sastra). (abdy)