Photo: Sugianto Adjadar (Penggiat HAM, Alam dan Lingkungan)
Utustoria.com – Sulawesi Tengah beberapa bulan terakhir sering kali di timpa kejadian bencana. Dalam data Celebes Bergerak, organisasi nirlaba yang berfokus pada pengelolaan bencana dan kelestarian lingkungan bahwa total bencana periode Januari sampai dengan Juli 2022 adalah 12 yang terbagi atas bencana longsor, puting beliung dan banjir paling dominan.
Sementara menurut data dan informasi Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Provinsi Sulawesi Tengah seperti dikutip di sulteng.antaranews.com ada empat daerah rawan banjir dan tanah longsor. salah satunya Kabupaten Banggai.
Seminggu terakhir bencana banjir juga melanda Kabupaten Banggai. Dalam informasi yang dirilis beberapa media online bahwa kurang lebih ada enam Kecamatan dilanda banjir dan ratusan rumah yang terendam air. Antara lain wilayah Toili Raya yang melingkupi Kecamatan Moilong, Toili dan Toili Barat.
Sedangkan tiga Kecamatan lainnya adalah Batui Selatan, Batui dan Kecamatan Bunta. 20 rumah warga Desa Saluan Kecamatan Moilong misalnya merupakan salah satu desa yang paling parah akibat terendam banjir. Selain itu, beberapa akses utama jalan trans Sulawesi sempat amblas seperti Desa ArgaKencana arah Swarakarsa dan Desa masungkang.
Minim Mitigasi
Pada pasal 1, ayat 6 Permen nomor 21 tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana, mitigasi adalah serangkaian upaya untuk mengurangi risiko bencana, baik melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan menghadapi ancaman bencana.
Pemerintah Kabupaten Banggai sejauh ini belum mampu melakukan mitigasi bencana. Hasilnya, ketika banjir masyarakat kesulitan terhadap akses pangan dan air minum, kondisi kesehatan yang buruk yakni diare, muntaber, hipotermia, demam berdarah, tifus, penyakit kulit, demam, hepatitis A dan beberapa penyakit lainnya.
Selain mitigasi bencana, pemerintah juga terkesan belum makasimal dalam upaya membangun kesadaran masyarakat tentang pentingnya antisipasi bencana melalui kerja – kerja yang programatik.
Dalam data dan informasi BPBD Sulteng; dampak bencana cukup signifikan di lahan pertanian dan perkebunan warga. Sehingga tanaman warga rusak dan mengakibatkan kerugian materil, di samping itu ada pula infrastruktur masyarakat dan akses transportasi seperti jalan dan jembatan yang rusak.
Selain faktor yang bersifat alamiah, kerusakan lingkungan merupakan salasatu penyebab terbesar dari bencana banjir di Kabupaten Banggai. Alih fungsi hutan, penyerobotan hutan secara terus-menerus, penggundulan hutan, dan seterusnya.
Seharusnya Pemerintah Kabupaten Banggai melakukan upaya dini dalam mengurangi resiko bencana banjir. Misalnya, Pemda Banggai harus turut mempersiapkan infrastruktur pada saat pra bencana, saat bencana dan sesudah bencana. Pemda dan dinas terkait juga, harus melakukan sosialisasi yang intens terhadap masyarakat serta memantapkan pola tata ruang dan wilayah yang sesuai.
Hal itu penting dilakukan agar dampak dari terjadinya bencana alam dapat diminimalisir, seperti kerugian dari sisi materil, kesehatan, hingga yang paling parah adalah jatuhnya korban Jiwa.
Pemerintah daerah Kabupaten Banggai dapat benar tampak menjadi penanggung jawab penuh atas situasi kebencanaan, khususnya bencana banjir yang sifatnya musiman. Bukan layaknya pahlawan kesiangan, yang tiba saat tiba akal dalam menyelesaikan bencana. Ataupun selalu menyalahkan curah hujan yang tinggi, padahal BMKG telah memperkirakan curah hujan secara sains.
Oleh : Sugianto Adjadar (Penggiat HAM, Alam dan Lingkungan)