Photo: Ilustrasi
Utustoria.com – Komunitas remaja Citayam, Bojong Gede, Bekasi, dan sekitarnya yang saling memperlihatkan penampilan fesyen di kawasan Taman Sudirman Jakarta rata-rata merupakan generasi Z, atau generasi internet, atau iGeneration.
Generasi Z merupakan generasi yang lahir dalam rentang tahun 1996-2009.
Generasi tersebut memiliki kapasitas dan kapabilitas yang cukup bahkan sangat peka dalam mengakses dan memaknai informasi yang mereka peroleh melalui media sosial.
Kemampuan generasi Z dalam memaksimalkan sumber daya informasi menjadikan mereka tidak sekadar pasif membaca informasi, namun juga mengonstruksi dan menegosiasikan informasi tersebut ke dalam identitas dan peer-group mereka.
Selanjutnya mereka memilih ruang-ruang publik perkotaan sebagai arena dalam mengkontestasikan dan mengartikulasikan simbol-simbol fesyen yang mereka kenakan.
Hal itu menunjukkan anak-anak muda generasi Z begitu dinamis dan strategis dalam mengaktualisasikan kebutuhan akan rekognisi dan apresiasi karena mereka belum terlalu terbebani dengan tuntutan kebutuhan hidup dan sebagai perlawanan simbolik terhadap stigmatisasi yang cenderung melabeli mereka sebagai generasi rentan.
Ditambah sebagai ekspresi mereka menghilangkan kejenuhan karena selama hampir dua tahun mereka ‘terpenjara’ oleh panoptic PSBB, PPKM, dan pembelajaran daring.
Hal itu merepresentasikan bahwa ruang-ruang perkotaan yang heterogen dan dinamis masih menjadi andalan bagi anak-anak muda dalam mengekspresikan kreativitas karena akan ada ‘masyarakat tontonan’ yang dapat mendukung maupun mempublikasikan aktivitas mereka.
Dalam hal ini, remaja sebenarnya memiliki power of agency dalam membentuk rule of game dan resources di bidang fesyen di tengah-tengah kapitalisasi fesyen yang berorientasi pasar dan juga dalam hal mengekspresikan tampilan fesyen di tengah-tengah lanskap sosial perkotaan yang cenderung didominasi simbol-simbol modernitas seperti mal, kafe, jalan raya, universitas, rumah sakit, bandara, pusat-pusat perbelanjaan, dan lain-lain.
Maka dalam hal ini, hendaknya stakeholder yang memiliki otoritas dan kewenangan membukakan ruang dan akses kepada para remaja dalam menyalurkan kreativitas mereka seperti penataan dan penambahan fasilitas pada gedung-gedung kesenian dan olahraga dan memudahkan izin acara-acara yang bertemakan kesenian dan olahraga asalkan tetap sesuai dengan prosedur yang berlaku.
Ulasan oleh : Muhammad Makro Maarif Sulaiman, Sosiolog tinggal di Bantul Yogyakarta