Photo: Sugianto Adjadar bersama Harapan, salah satu warga Komunitas Adat Terpencil (KAT) Dusun Tombiobong
Oleh : Moh. Sugianto Adjadar
Utustoria.com – Komunitas adat terpencil (KAT), Dusun Tombiobong, Desa Maleo Jaya. Berjarak sekitar 4 km dari pusat desa dan akses begitu sulit. Sedangkan dari ibu kota Kabupaten Banggai, hampir 3 jam untuk dapat di jangkau perkampungan yang sumber kehidupannya bergantung terhadap rotan, jagung dan nilam serta beberapa komoditas pertanian dan kehutanan lainnya.
Beberapa hari lalu, Pemerintah Daerah Kabupaten Banggai mengunjungi KAT. Bersamaan dengan itu, Drone Pemda Banggai juga ikut di terbangkan untuk melihat dan merekam situasi wilayah Desa Maleo Jaya, khsusnya Dusun Tombiobong dari angkasa.
Saat menyampaikan pidatonya, Bupati Banggai meneteskan air mata haru di hadapan masyarakat yang dusunya memiliki kurang lebih 30 kepala keluarga.
Dalam data Front Batui Tolak Tambang (Batong) bahwa ada dua perusahaan tambang yang akan mengeksploitasi wilayah kecamatan Batui dan Batui Selatan. PT. Indo Nikel Karya Pratama dengan luas konsesi 3.047 Hektar dan PT. Banggai kencana permai 8.000 Hektar.
Dari total luas 11.047 Hektar, kampung yang terisolir, Dusun Tombiobong menjadi salah satu daerah yang akan di ekstraksi kekayaan alamnya. Padahal hutan dan tanah merupakan satu-satunya sandaran ekonomi KAT Tombiobong.
Saya tidak mau berspekulasi apalagi suudzon bahwa tetesan air mata bupati ada hubungannya dengan rencana penambangan nikel di wilayah adat ini.
Namun rencana revisi Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Propinsi Sulawesi Tengah yang menetapkan Kecamatan Batui dan Batui Selatan merupakan daerah Smelter pertambangan nikel adalah bukanlah sekedar gosip. Semoga saja kedepannya bukan air mata masyarakat adat yang menetes ditanahnya sendiri.