Photo: Supriadi Lawani, Anggota KPU Banggai
Oleh: Supriadi Lawani
Utustoria – Salahsatu syarat terciptanya pemilu yang baik adalah adanya data pemilih yang komprehensif, akurat dan mutakhir. Untuk itu meskipun dalam penyusunan data pemilih adalah tanggung jawab Komisi Pemilihan Umum (KPU) beserta jajarannya namun agar tercipta data yang benar-benar komprehensif, akurat dan mutakhir tersebut perlu keterlibatan semua pihak baik itu pemerintah, peserta Pemilihan Umum (Pemilu) maupun Pemilihan Gubernur, Bupati dan Wali Kota (Pemilihan) dan tentu saja masyarakat sipil pada umumnya. Problem yang sering terjadi dalam setiap Pemilihan Umum (Pemilu) maupun Pemilihan Gubernur,Bupati dan Wali Kota (Pemilihan) adalah masih adanya warga negara yang sudah memenuhi syarat sebagai pemilih dalam arti telah memiliki Hak Memilih namun tidak dapat memberikan suaranya dikarenakan beberapa kendala teknis yang bersifat administrasi, padahal untuk menjamin setiap warga negara agar dapat memberikan suaranya dalam setiap penyelenggaraan Pemilu maupun Pemilihan adalah tanggung jawab semua pihak. Ini dikarenakan hak untuk memilih merupakan Hak Asasi Manusia (HAM) dan catatan singkat ini ingin membicarakan tentang Hak Memilih yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Hak Asasi Manusia (HAM).
Tentang Hak Memilih
Hak memilih adalah hak yang diberikan negara kepada warganya dengan syarat – syarat tertentu dalam Pemilihan Umum (Pemilu) maupun pada Pemilihan Gubernur,Bupati dan wali kota (Pemilihan). Pada Undang-undang Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilihan Umum pasal 198 ayat (1) disebutkan bahwa “warga negara indonesia yang pada hari pemunggutan suara sudah genap berumur 17 (tujuh belas) tahun atau lebih, sudah kawin, atau sudah pernah kawin mempunyai hak memilih”.
Kemudian pasal 199 disebutkan bahwa “ untuk dapat menggunakan hak memilih, warga negara Indonesia harus terdaftar sebagai Pemilih kecuali yang ditentukan lain dalam undang-undang ini”.
Selanjutnya pada pasal 200 disebutkan “ Dalam Pemilu, anggota Tentara Nasional Indonesia dan anggota Kepolisian Negara republik Indonesia tidak menggunakan haknya untuk memilih”.
Dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, Dan Walikota Menjadi Undang-Undang Menjadi Undang-Undang yang telah beberapa kali diubah terakhir dengan Nomor 6 Tahun 2020 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2020 Tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, Dan Walikota Menjadi Undang-Undang Menjadi Undang-Undang Pasal 56 ayat (1) disebutkan bahwa “Warga negara Indonesia yang pada hari pemungutan suara sudah berumur 17 (tujuh belas) tahun atau sudah/pernah kawin, mempunyai hak memilih”.
Selanjutnya pada Pasal 57 ayat (1) dikatakan bahwa “Untuk dapat menggunakan hak memilih, warga negara Indonesia harus terdaftar sebagai Pemilih”. Selanjutnya pasal 57 ayat (3) menegaskan bahwa “Untuk dapat didaftar sebagai Pemilih, warga negara Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi syarat: a. tidak sedang terganggu jiwa/ingatannya; dan/atau b. tidak sedang dicabut hak pilihnya berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap”.
Dari penjelasan undang-undang tersebut diatas kita dapat mengambil kesimpulan bahwa hak memilih diberikan oleh negara kepada warga negara indonesia yang pada hari pemungutan suara sudah genap berumur 17 (tujuh belas) tahun atau lebih, sudah kawin atau sudah pernah kawin, bukan anggota Tentara Nasional Indonesia dan anggota Kepolisian Republik Indonesia, tidak sedang terganggu jiwa/ingatanya dan tidak sedang dicabut hak pilihnya berdasarkan keputusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap dan warga negara Indonesia tersebut harus terdaftar sebagai Pemilih.
Adapun tugas dalam menyusun daftar pemilih adalah kewenangan KPU,KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota sebagaimana ketentuan pasal 14 huruf l,pasal 17 huruf l,dan pasal 20 huruf l undang- undang nomor 7 tahun 2017.
Hak Memilih Sebagai Hak Asasi Manusia
Pangakuan dan perlindungan Hak Asasi Manusia (HAM) adalah salahsatu prinsip dalam suatu negara hukum yang demokratis begitu pula dengan negara kita Indonesia , sebagai negara hukum yang demokratis maka dianggap menjadi suatu keharusan untuk memasukan pasal-pasal tentang Hak Asasi Manusia (HAM) pada konstitusi kita, sehingga pada perubahan kedua Undang-undang Dasar Nagara Republik Indonesia (UUD 1945) dimasukan pasal Pasal 28 A sampai dengan pasal 28 J UUD sebagai pengakuan dan perlindungan konstitusional terhadap Hak Asasi Manusia (HAM).
Hak memilih dalam Pemilihan Umum (PEMILU) ataupun pada pemilihan Gubernur,Bupati dan Wali Kota (Pemilihan) merupakan hak konstitusional warga negara, namun bukan hanya itu hak memilih juga merupakan Hak Asasi Manusia (HAM) ini dapat kita temukan pendasarannya pada Pasal 28D ayat (1) UUD 1945 menyebutkan bahwa: “Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum”. Kemudian, Pasal 28D ayat (3) menyebutkan bahwa: “setiap warga negara berhak memperoleh kesempatan yang sama dalam pemerintahan.”.
Selanjutnya pada pasal 28 I ayat (5) disebutkan “Untuk menegakkan dan melindungi hak asasi manusia sesuai dengan prinsip negara hukum yang demokratis, maka pelaksanaan hak asasi manusia dijamin, diatur, dan dituangkan dalam peraturan perundang-undangan”.
Walaupun Undang-Undang Republik Indonesia nomor 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia lebih dulu hadir dibandingkan perubahan kedua terhadap UUD 1945 namun tidak merubah kedudukan, konsistensi dan urgensi undang-undang HAM ini sebagai rujukan yang bersifat lebih operasional dalam menegakan dan melindungi Hak Asasi Manusia (HAM).
Pada pasal 43 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia nomor 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia menyebutkan bahwa “setiap warga negara berhak untuk dipilih dan memilih dalam pemilihan umum berdasarkan persamaan hak melalui pemungutan suara yang langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan”.
Pasal 28D ayat (1) dan ayat (3) UUD 1945 serta pasal 43 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia nomor 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia adalah pondasi yang menjadi tempat berdirinya pilar dalam perlindungan dan penjagaan hak memilih bagi pemilih dalam pemilihan umum maupun pemilihan sebagai wujud perlindungan Hak Asasi Manusia (HAM).
Pemutahiran Data Pemilih Berkelanjutan Sebagai Perlindungan HAM
Dalam beberapa dekade terakhir ini Pemutahiran Data Pemilih masih merupakan rangkaian kegiatan yang sifatnya periodik dalam satu tahapan Pemilu maupun Pemilihan dan bukan suatu kegiatan yang bersifat berkelanjutan (kontinuitas) diluar tahapan pemilu dan pemilihan.
Bukan bermaksud menyederhanakan namun persoalan umum terkait pemutahiran data pemilih ini dapat kita ringkas dalam empat bagian persoalan terkait peristiwa kependudukan, pertama adalah terkait perekaman Kartu Tanda Penduduk Elektronik (KTP-EL), kedua data Pensiun anggota TNI/Polri dan anggota baru TNI/Polri, ketiga data kematian dan keempat data penduduk yang masuk maupun keluar dari suatu daerah. Inilah empat permasalahan utama diantara banyak persoalan lain yang menjadi persoalan dalam setiap tahapan pemutakhiran data pemilih dan tentu saja ini akan berat diatasi jika pemutahiran data pemilih hanya bersifat periodik dalam suatu tahapan pemilu maupun pemilihan.
Untuk merespon situasi agar setiap warga negara yang berhak memilih dapat terjamin haknya maka Komisi Pemilihan Umum (KPU) Republik Indonesia mengeluarkan suatu kebijkan agar pemutahiran data pemilih ini merupakan suatu rangkaian kegiatan yang bersifat berkelanjutan (kontinuitas) dengan tujuan agar dapat menjamin bahwa setiap warga negara yang sudah mempunyai hak untuk memilih dapat tercatat dan terdaftar sebagai pemilih.
Pada awalnya aktifitas pemutahiran data pemilih berkelanjutan ini hanya berdasarkan surat Ketua KPU Republik Indonesia nomor 132/PL.02-SD/01/KPU/II/2021 tentang Pemutakhiran Data Pemilih Berkelanjutan tahun 2021 kemudian disusul dengan Surat nomor 366/PL.02-SD/01/KPU/IV/2021 perihal perubahan surat nomor 132/PL.02-SD/01/KPU/II/2021 tentang Pemutakhiran Data Pemilih Berkelanjutan tahun 2021.
Kemudian pada tanggal 12 November 2021 Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia mengeluarkan Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 6 tahun 2021 Tentang Pemutakhiran Data Pemilih Berkelanjutan yang kemudian menjadi payung hukum yang kuat dalam pelaksanaan Pemutkhiran data Pemilih Berkelanjutan diluar tahapan Pemilu maupun Pemilihan.
Walaupun Undang-Undang Republik Indonesia nomor 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia tidak menjadi pertimbangan dalam penyusunan PKPU Nomor 6 tahun 2021 Tentang Pemutakhiran Data Pemilih Berkelanjutan namun secara implisit peraturan ini adalah wujud dari perlindungan Hak Asasi Manusia (HAM) dikarenakan tujuan peraturan ini adalah untuk menjamin semua yang berhak memilih dalam pemilu maupun pemilihan dapat tercatat dan terdaftar sebagai pemilih yang mana hal ini juga senada dan memiliki semangat yang sama dengan pasal 43 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia nomor 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia menyebutkan bahwa “setiap warga negara berhak untuk dipilih dan memilih dalam pemilihan umum berdasarkan persamaan hak melalui pemungutan suara yang langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan”. Inilah titik temu dari apa yang disebut sebagai menjaga hak memilih warga negara sekaligus juga adalah salah satu bentuk perlindungan hak asasi manusia (HAM)*
- Anggota KPU Kabupaten Banggai Periode 2018-2023