Photo: Ivan gunawan (Tempo.co)
Utustoria.com – Perilaku seorang desainer, selebriti, dan juga publik figur bernama Ivan Gunawan (Igun) menyita perhatian publik karena memiliki dua boneka bayi yang diperlakukan layaknya bayi sungguhan.
Dua boneka bayi tersebut diberi nama Miracle Putra Gunawan dan Marvelous Putra Gunawan di mana kedua boneka tersebut dipesan dan dibeli dari Rusia.
Umumnya masyarakat menilai apa yang dilakukan oleh Igun itu tindakan halu, kurang kerjaan, dan kurang waras.
Namun, apabila ditinjau secara sosiologis dengan perspektif interaksionisme simbolis, apa yang dilakukan oleh Igun merupakan sebuah perilaku yang wajar, unik, dan menarik karena apa yang dilakukan oleh Igun dalam keadaan sadar dan tidak lepas dari faktor sosialisasi, penafsiran simbol dan makna serta keputusan merespon.
- Faktor sosialisasi kemungkinan berupa faktor pengalaman Igun dengan anak-anak yang penuh dengan suka dan duka di mana Igun diajarkan oleh orang-orang terdekatnya untuk peduli dan menyayangi anak-anak dan membersamai mereka dalam menghadapi realitas kehidupan. Hal itu dikonstruksi dan direfleksikan oleh Igun dalam kehidupannya, karena sejatinya individu masyarakat manusia memiliki naluri merespon dan memproses apa-apa yang diterimanya.
- Pemaknaan simbol boneka dan maknanya (tafsirnya) tidak sekadar menafsirkan simbol dan makna itu secara individual, namun yang lebih penting ialah menafsirkan makna dan simbol tersebut dalam proses interaksi sosial. Dalam hal ini, Igun memasuki proses belajar (menafsirkan) sosial dengan memperlakukan dua simbol boneka bayi seperti anak sungguhan, dalam arti dia menunjukkan dan mengkomunikasikan kepada orang-orang terdekatnya dan kepada publik bahwa dia mengaktualisasikan dan memenuhi kebutuhan afeksi dengan cara memainkan peran seolah-olah sebagai seorang ayah dan pria penyayang anak sehingga menepis penilaian bahwa yang ada dalam diri seorang Igun adalah cenderung feminim tanpa keibuan.
- Proses Igun mengkomunikasikan apa yang dilakukannya untuk menciptakan interaksi timbal balik di mana dia menanggapi respon masyarakat yang cenderung negatif terhadap dirinya, di mana Igun memperlakukan dua boneka bayi seperti anak sendiri juga karena kemampuan Igun dalam memodifikasi tindakan berdasarkan proses berpikir yang tidak lepas dari faktor sosialisasi di masa lalu, ditambah faktor ruang pekerjaan Igun yang cenderung lebih fleksibel, mempengaruhinya untuk menetapkan keputusan memperlakukan boneka bayi layaknya bayi sungguhan. Hal itu menandakan ekspresi kebebasan Igun untuk leluasa memperlakukan dua boneka bayi secara afeksi dibandingkan harus memperlakukan bayi sungguhan yang proses dan tindakannya lebih repot dan tidak mudah, sekali lagi karena faktor interaksionisme simbolis berupa sosialisasi, penafsiran terhadap simbol dalam proses interaksi sosial, serta keputusan memodifikasi tindakan karena pengaruh peran dan identitas sosial yang dimiliki. Hal ini menjadi sebuah edukasi agar jangan mudah dan terburu-buru menjustifikasi sebuah perilaku tanpa proses intersubjektif yang mendalam.