Photo: Polsek Batui di Tempat Produksi Gula Aren
Utustoria.com, Banggai. Ada hikmah dibalik putusan pengadilan kasus produksi miras yang melibatkan Neko (50). Warga Desa Paisubololi, Kecamatan Batui Selatan ini akhirnya beralih ke produksi gula aren.
Neko mengaku, sejak ditangkap polisi hingga kasusnya dibawa ke meja hijau pada Januari 2020 lalu, dia tidak lagi memproduksi miras jenis cap tikus. Neko sekarang lebih memilih gula aren.
“Sekitar 7 bulan terakhir ini, saya sudah produksi gula aren,” kata Neko, saat ditemui Kapolsek Batui Iptu IK Yoga Widata SH, yang menempuh jarak 25 kilometer menggunakan sepeda motor dan berjalan kaki.
Masih kata Neko, pasaran gula aren relatif baik. Harganya berkisar Rp15 ribu per bungkus. “Dalam satu bulan ini, kami bisa menjual 100 sampai 150 bungkus, tergantung kesediaan bahan baku,” tuturnya.
Iptu Yoga berterima kasih kepada Neko dan anaknya Awin Sitoki, yang telah mematuhi dan menindaklanjuti arahan agar tidak lagi memproduksi miras dan segera beralih ke gula aren.
Dia juga menyarankan agar Neko bersama anaknya menanam tanaman jangka pendek, seperti padi, jagung. Juga tanaman jangka panjang, seperti pohon kelapa coklat dan durian. “Supaya dapat meningkatkan perekonomian kekuarga,” imbau Iptu Yoga.
Sekadar diketahui, Neko ditangkap dan diproses hukum ke Pengadilan Negeri Luwuk lantaran memproduksi miras jenis cap tikus. Neko tak sendiri. Ada empat rekan Neko yang juga sudah beralih ke produksi gula aren. (Hae/Red)