Menelusuri Asal-Usul COVID-19 - Utustoria Menelusuri Asal-Usul COVID-19 - Utustoria

Menelusuri Asal-Usul COVID-19

909
Spread the love

Photo: Ilustrasi Google

Penulis: Mohamad Zaki Hussein

Ledakan pertama wabah COVID-19 terjadi pada akhir 2019 di Kota Wuhan, Cina. Pada 31 Desember 2019, Komisi Kesehatan Daerah Wuhan mengumumkan adanya sekumpulan kasus pneumonia yang tidak diketahui penyebabnya.[1] Pemerintah Cina juga memberitahukan WHO tentang kasus ini. Pada 7 Januari 2020, sebuah virus corona tipe baru ditemukan sebagai penyebabnya.[2]

Tidak sampai sebulan kemudian, penyakit ini sudah menyebar cukup luas. Pada 30 Januari, terdapat 7.818 kasus yang terkonfirmasi di seluruh dunia. Sebagian besar berada di Cina, tetapi ada 82 kasus yang tersebar di 18 negara. Penyakit ini kemudian diberi nama resmi Corona Virus Disease 2019 (Penyakit Virus Corona 2019), disingkat COVID-19. Sementara virusnya diberi nama SARS-CoV-2. Pada 11 Maret, WHO menyatakan COVID-19 sebagai sebuah pandemi.[3]

Karena sebagian besar kasus awal di Wuhan adalah pekerja dan pelanggan Pasar Grosir Makanan Laut Huanan, maka pasar itu dianggap sebagai tempat asal wabah. Pemerintah Cina sendiri menutup pasar itu pada 1 Januari 2020.[4]

Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) Cina juga mengambil sampel lingkungan dari pasar Huanan untuk dianalisis. Hasilnya, 33 dari 585 sampel yang dikumpulkan, mengandung asam nukleat virus SARS-CoV-2. Adapun 31 dari 33 sampel positif itu berasal dari bagian barat pasar Huanan, di mana banyak terdapat stan penjualan hewan liar.[5]

Namun, riset yang dilakukan sekumpulan ilmuwan Cina terhadap fitur-fitur klinis dari 41 pasien awal di Wuhan menemukan hal lain. Dari ke-41 pasien itu, 27 orang memang terpapar secara langsung dengan pasar Huanan. Tetapi, pasien yang pertama kali menunjukkan gejala COVID-19―gejalanya muncul pada 1 Desember 2019―ternyata tidak terpapar oleh pasar Huanan. Dia juga tidak memiliki hubungan epidemiologis apapun dengan pasien-pasien yang menunjukkan gejala COVID-19 setelah dia.[6]

Temuan ini menimbulkan pertanyaan, dari mana pasien pertama itu tertular penyakit COVID-19? Temuan ini juga membuat teori yang menyatakan asal wabah adalah pasar Huanan menjadi meragukan. Berdasarkan temuan ini, ahli penyakit menular Dr. Daniel Lucey berhipotesis bahwa virus SARS-CoV-2 muncul di luar pasar Huanan dan sudah menyebar sejak Oktober-November 2019 atau lebih awal lagi.[7]

Dalam perkembangannya, muncul “teori konspirasi” yang menyatakan virus SARS-CoV-2 berasal dari laboratorium. Variannya ada banyak, tetapi bisa dikelompokkan menjadi dua jenis, yaitu teori yang menyatakan virus ini sengaja dibuat sebagai “senjata biologi” dan yang menyatakan virus ini tidak sengaja tersebar karena kebocoran di laboratorium.

Penyebaran teori konspirasi tidak terlepas dari urusan politik. Di antara mereka yang gemar menyebar teori konspirasi adalah para politisi. Mereka saling menuduh lawan politiknya sebagai pembuat virus SARS-CoV-2. Adapun AS dan Cina adalah negara yang paling sering dituduh sebagai pembuat virus ini.

Presiden Trump sendiri cukup agresif dalam menyebar teori konspirasi yang menyalahkan Cina. Ia menyebar teori bahwa virus SARS-CoV-2 berasal dari sebuah laboratorium di Wuhan. Pada 14 April 2020, ia menghentikan kontribusi dana AS ke WHO karena menganggap WHO gagal merespons wabah COVID-19. Ia pun menuduh WHO sebagai boneka Cina.[8]

Teori konspirasi ini kemudian mendapatkan bantahan dari berbagai ilmuwan. Salah satu bantahan yang cukup sering dirujuk karena ketajaman argumennya adalah artikel Kristian G. Andersen dkk. di jurnal Nature. Berdasarkan analisis komparatif terhadap genom atau materi genetik virus SARS-CoV-2 dan virus-virus sejenis, mereka menyatakan bahwa sangat kecil kemungkinan virus SARS-CoV-2 dibuat di laboratorium.[9]

Ada beberapa alasan mereka. Pertama, komponen RBD (receptor binding-domain atau domain pengikat reseptor) virus SARS-CoV-2 lebih sesuai untuk mengikat reseptor ACE2 (Angiotensin-converting enzyme 2 atau enzim pengubah Angiotensin 2) di manusia daripada RBD virus SARS-CoV (penyebab SARS). Ini kenapa COVID-19 lebih menular daripada SARS.

Namun, susunan RBD virus SARS-CoV-2 bukanlah yang ideal untuk mengikat ACE2. Begitu pula, ada susunan RBD yang optimal dan bisa dibuat berdasarkan RBD virus SARS-CoV, tetapi bukan ini yang terdapat di virus SARS-CoV-2. Selain itu, RBD virus SARS-CoV-2 punya kesamaan yang kuat dengan RBD beberapa virus corona di tenggiling. Ini adalah tanda-tanda bahwa virus ini bukan buatan manusia, tetapi hasil mutasi alami.

Kemudian, jika virus ini dibuat dengan rekayasa genetika, maka salah satu sistem genetika arah-balik yang tersedia untuk virus corona beta kemungkinan akan digunakan. Tetapi, data genetiknya menunjukkan bahwa virus SARS-CoV-2 tidak diturunkan dari backbone virus apapun yang sebelumnya pernah digunakan.

Bagaimana dengan kemungkinan virus SARS-CoV-2 terbuat secara tidak sengaja dalam proses pembiakan sel di suatu riset virus corona lain di laboratorium? Menurut Andersen dkk., secara teoritik mutasi RBD virus SARS-CoV-2 bisa terjadi dalam proses pembiakan sel. Tetapi, ada bagian lain dari virus ini yang sulit terbentuk melalui proses pembiakan sel. Komponen glikan terkait-O (O-linked glycans) dari virus SARS-CoV-2, misalnya, mensyaratkan keterlibatan sebuah sistem imun untuk pembentukannya.

Jadi, kemungkinan virus SARS-CoV-2 dibuat secara sengaja atau terbuat tidak sengaja di laboratorium sangat kecil. Penjelasan yang lebih sesuai dengan bukti-bukti empiris yang ada ialah virus ini melompat dari hewan.

Pada 19 Februari 2020, saat Cina lagi dihantam keras oleh wabah COVID-19, sekumpulan ilmuwan dari berbagai negara mengirimkan pernyataan sikap mereka ke jurnal The Lancet. Mereka menyatakan solidaritas dan dukungan mereka terhadap para ilmuwan dan pekerja kesehatan di Cina yang sedang berjuang melawan wabah COVID-19.[10]

Mereka juga mengecam keras teori konspirasi, yang menurut mereka, menciptakan ketakutan, rumor dan prasangka yang bisa merusak kerjasama global dalam melawan penyakit COVID-19. Dengan merujuk ke 8 tulisan lain yang sebagian besar diterbitkan di jurnal ilmiah, mereka menyatakan bahwa analisa ilmuwan dari berbagai negara menyimpulkan virus SARS-CoV-2 berasal dari hewan.

Adapun penulis sejauh ini juga berposisi bahwa virus SARS-CoV-2 berasal dari hewan. Meskipun penelusuran terhadap asal-usul virus ini sekarang masih berjalan, dan belum ada kesimpulan yang betul-betul konklusif, tetapi bukti-bukti empiris yang ada sejauh ini mengarah pada kesimpulan bahwa virus ini berasal dari hewan.

Ini bukan berarti virus SARS-CoV-2 berasal dari pasar Huanan, mengingat pasien yang pertama kali menunjukkan gejala COVID-19 di Wuhan tidak terpapar oleh pasar Huanan. Virus ini bisa berasal dari pasar makanan hewan eksotis lain di Wuhan atau di luar Wuhan. Bahkan virus ini bisa bukan berasal dari pasar makanan hewan eksotis, tetapi dari jenis usaha lain dalam rantai pasokan bisnis makanan hewan eksotis, seperti peternakannya.

Catatan:

[1] “WHO Timeline – COVID-19,” World Health Organization, 27 April 2020, https://www.who.int/news-room/detail/27-04-2020-who-timeline—covid-19.

[2] “Novel Coronavirus – China,” World Health Organization, 12 Januari 2020, https://www.who.int/csr/don/12-january-2020-novel-coronavirus-china/en/.

[3] “WHO Timeline – COVID-19.”

[4] “Novel Coronavirus – China.”

[5] “China detects large quantity of novel coronavirus at Wuhan seafood market,” Xinhuanet, 27 Januari 2020, http://www.xinhuanet.com/english/2020-01/27/c_138735677.htm.

[6] Chaolin Huang et al., “Clinical features of patients infected with 2019 novel coronavirus in Wuhan, China,” The Lancet 395, No. 10223 (2020): 497-500, doi:10.1016/S0140-6736(20)30183-5.

[7] Daniel Lucey, “UPDATE Wuhan coronavirus – 2019-nCoV Q&A #6: An evidence-based hypothesis,” wawancara dengan Science Speaks, Science Speaks, 25 Januari 2020, https://sciencespeaksblog.org/2020/01/25/wuhan-coronavirus-2019-ncov-qa-6-an-evidence-based-hypothesis/.

[8] “Coronavirus: Trump accuses WHO of being a ‘puppet of China’,” BBC, 19 Mei 2020, https://www.bbc.com/news/health-52679329.

[9] Kristian G. Andersen et al., “The proximal origin of SARS-CoV-2,” Nature 26 (2020): 450-452, doi:10.1038/s41591-020-0820-9.

[10] Charles Calisher et al., “Statement in support of the scientists, public health professionals, and medical professionals of China combatting COVID-19,” The Lancet 395, No. 10226 (2020): 395, doi:10.1016/S0140-6736(20)30418-9.