Tentang Pengisian Jabatan Kepala Daerah - Utustoria Tentang Pengisian Jabatan Kepala Daerah - Utustoria

Tentang Pengisian Jabatan Kepala Daerah

993
Spread the love

Photo: Ilustrasi, Google

Penulis: Supriadi Lawani

Catatan singkat ini sejujurnya hanya mau bercerita sedikit tentang pengisian jabatan kepala daerah dan meluruskan beberapa kekeliruan dalam penggunaan istilah tetang pengisian jabatan kepala daerah baik untuk pengisian jabatan Gubernur dan wakil Gubernur maupun Bupati dan Wakil bupati serta Wali Kota dan Wakil Wali Kota. Mungkin bagi sebagian orang ini tidak begitu penting namun sebagai informasi buat publik luas saya kira ini merupakan tanggung jawab saya untuk menyampaikan ini, dikarenakan dalam beberapa pertemuan dalam forum-forum resmi masih banyak orang yang mengunakan istilah Pemilukada dalam mekanisme pengisian jabatan kepala daerah.

Sekilas Tentang Pengisian Jabatan Publik

Melalui bukunya Heru Widodo (2015) terang menjelaskan bahwa memasuki era reformasi terjadi perubahan dalam UU 1945, yang sala satunya adalah mengubah mekanisme pemilihan Presiden dan Wakil Presiden dari yang sebelumnya tidak dipilih langsung oleh rakyat menjadi langsung dipilih oleh rakyat. Tujuan dari pemilihan langsung ini tidak lain adalah agar pemerintahan yang terbentuk nantinya akan memperoleh legitimasi yang lebih luas dan sesuai dengan kehendak mayorotas rakyat, dan seperti kita ketahui bersama bahwa sampai hari ini pengisian jabatan presiden dan wakil presiden telah dipilih secara langsung oleh rakyat.

Semangat inilah kemudian yang menjadi titik tolak bahwa pengisian jabatan publik di daerah (Gubernur dan wakil Gubernur maupun Bupati dan Wakil bupati serta Wali Kota dan Wakil Wali Kota) yang sebelumnya dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) mesti juga dipilih oleh rakyat secara langsung di daerahnya masing –masing dengan tujuan yang sama yakni agar dapat memperoleh legitimasi yang lebih luas dan sesuai dengan kehendak mayoritas rakyat.

 Ada ketentuan yang berbeda dalam landasan konstitusi kita terkait mekanisme pengisian jabatan tersebut diatas. Pada perubahan ketiga UUD Negara Republik Indonesia 1945 Presiden dan Wakil Presiden bersama dengan Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dipilih secara langsung oleh rakyat yang telah memeperoleh hak untuk memilih, ketentuan itu tegas disebutkan pada pasal 6 A ayat (1) dan pasal 22 E ayat (1-6).

Tetapi pada pengisian jabatan kepala daerah tidak ditegaskan secara eksplisit bahwa pengisian jabatan kepala daerah dipilih langsung oleh rakyat, pada pasal 18 ayat (4) hanya dikatakan bahwa “ Gubernur,Bupati dan Walikota masing – masing sebagai kepala pemerintah daerah provinsi, kabupaten dan kota dipilih secara demokratis”. Perbedaaan ini menurut Heru Widodo disebabkan oleh waktu pembahasan perubahan UUD 1945 di Majelis Permusyawaratan Rakyat yang berbeda, untuk pengisian jabatan Presiden dan Wakil Presiden bersama dengan Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dibahas pada tahun 2001 pada saat perubahan ketiga UUD 1945 dan terkait pengisian jabatan kepala daerah dibahas pada tahun 2000 pada saaat perubahan kedua UUD 1945.

Informasi ini penting saya sampaikan pada kesempatan ini karena dengan ketidaktegasan dalam konstitusi kita mengenai pemilihan kepala daerah secara langsung oleh rakyat mengakibatkan terjadinya beberapa kali perubahan regulasi pada pengsian jabatan kepala daerah dan kemudian berdampak pada penggunaan istilah dalam pengisian jabatan kepala daerah sampai hari ini, perbedaan pasal ini juga menjadi titik awal wacana pemilihan kepala daerah akan dikembalikan kepada DPRD yang kembali mengemuka dan diperdebatkan akhir – akhir ini, namun dalam catatan singkat ini saya tidak akan membicarakan terkait itu semoga pada catatan selanjutnya ini dapat kita diskusikan.

Pemilihan Kepala Daerah Secara Langsung

Sebelumnya telah disampaikan bahwa dalam konstitusi kita, pemilihan Gubernur,Bupati dan Walikotahanya dituliskan dipilih secara demokratis, oleh beberapa pakar pemilihan secara demokratis ini bisa diartikan secara fleksibel, yaitu bisa dipilih secara langsung oleh rakyat dan bisa dipilih oleh DPRD dan dua –duanya mengklaim sama demokratisnya.

Namun setelah dikeluarkanya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, pengisian jabatan kepala daerah tegas disebutkan dipilih secara langsung oleh rakyat, pada pasal 24 ayat (5) dikatakan Kepala daerah dan wakil kepala daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) dipilih dalam satu pasangan secara langsung oleh rakyat di daerah yang bersangkutan”.

Pemilihan kepala daerah secara langsung dimulai pada bulan Juni 2005 dan dilaksanakan pertama kali di Kabupaten Kutai Kartanegara Kalimantan Timur, dari sinilah kita mulai mengenal istilah PILKADA yang merupakan singkatan dari Pemilihan Kepala Daerah.

Namun dengan berlakunya undang – undang nomor 22 tahun 2007  tentang penyelenggara pemilihan umum maka pemilihan kepala daerah bukan lagi urusan pemerintah daerah yang otonom namun merupakan bagian dari pemilihan umum yang pelaksanaanya langsung dikoordinasi oleh Komisi Pemilihan Umum  (KPU) secara Nasional dan  istilah PILKADA kemudian berubah menjadi PEMILUKADA yang merupakan singkatan dari Pemilihan Umum Kepala Daerah. Namun istilah ini kemudian berubah dengan diteribitkanya Undang – undang nomor 15 tahun 2011 yang merupakan pengganti undang – undang nomor 22 tahun 2007 tentang penyelenggara pemilihan umum. Dalam undang indang ini istilah PEMILUKADA kemudian hilang dan berubah menjadi Pemilihan Gubernur, pemilihan Bupati dan Pemilihan Walikota walupun tetap mendefinisikanya secara teknis sebagai pemilu.

Pengisian Jabatan Kepala Daerah Bukan Lagi Merupakan Rezim Pemilu

Meskipun ada perbedaan pendapat (dissenting opinion) diantara beberapa hakim namun Mahkamah Konstitusi melalui putusanya nomor 97/PUU-XI/2013 tegas mengatakan bahwa pemilihan kepala daerah bukan merupakan rezim pemilihan umum (Pemilu). Atas dasar keputusan ini kemudian terbitlah undang – undang nomor 22 tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur,Bupati dan Walikota yang tidak dipilih secara langsung oleh rakyat, meskipun hanya berlaku satu hari istilah Pemilukada tidak dipergunakan lagi, demikian pula undang-undang nomor 23 tahun 2014 tentang pemerintahan daerah tidak ada istilah pemilukada, dalam undang-undang nomor 1 tahun 2015 dan Undang – undang Nomor 8 tahun 2015 tentang perubahan pertama undang – undang nomor 1 tahun 2015 dan tentu saja undang – undang nomor 10 tahun 2016 tentang perubahan kedua atas undang – undang nomor 1 tahun 2015 juga sama, istilah Pemilukada tidak ditemukan apalagi digunakan karena jelas dalam putusan mahkamah konstitusi pemilihan kepala daerah bukan merupakan rezim pemilu.

Dalam Undang – undang Nomor 8 tahun 2015 pengisian jabatan kepala daerah didefinisikan secara teknis sebagai: “Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota yang selanjutnya disebut Pemilihan adalah pelaksanaan kedaulatan rakyat diwilayah Provinsi dan Kabupaten/kota untuk memilih Gubernur dan Wakil Gubernur,Bupati dan Wakil Bupati serta Walikota dan Wakil Walikota”. Dalam undang – undang ini pengisian jabatan kepala daerah hanya disebut sebagai pemilihan.

Pemilihan Secara Serentak

Menurut Prof. Dr. Ali Haidar sala satu tujuan pemilihan kepala daerah secara serentak adalah membuat relasi antara pemerintah pusat dan daerah menjadi dekat, kedekatan dapat berupa kesamaan program, visi-misi termasuk juga cita – cita dan tujuan yang sama untuk mengawal empat pilar yakni Pancasila, UUD1945 , NKRI dan Bhineka Tunggal Ika.

Meskipun pemilihan kepala daerah telah dimulai sejak tahun 2005 namun pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota secara serentak belum dilakukan. Dalam undang – undang nomor 10 tahun 2016 disebutkan bahwa untuk menuju pemilihan serentak dilakukan lima tahapan pemilihan yakni dimulai dari tahun 2015, kemudian tahun 2017, tahun 2018, tahun 2020 dan kemudian tahun 2024. Pada pasal 201 ayat (8) disebutkan bahwa ; “Pemungutan suara serentak nasional dalam Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dilaksanakan pada bulan November 2024”. Oleh karenanya pemilihan 2020 adalah tahapan ke empat menuju pemilihan serentak nasional pada tahun 2024.