Penulis: Made Supriatma
Masih ingat akhir pekan kemarin ada konser yang bertajuk “Bersatu Melawan Corona”? Konser itu diselenggarakan oleh BPIP bersama MPR dan BNPB. Disiarkan secara langsung oleh TVRI.
Bagi mereka yang kurang akrab dengan singkatan, BPIP adalah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila. Ya, benar. Pancasila itu ideologi. Dan ideologi itu ada pembinanya. Sudahlah. Banyak orang senang dengan soal bina membina.
Kalau soal MPR atau BNPB, Anda semua tentu sudah mahfum. MPR adalah Majelis Permusyawaratan Rakyat. Dan BNPB adalah Badan Nasional Penanggulangan Bencana.
Entah mengapa soal konser ini berkali-kali muncul di linimasa Facebook saya. Rupanya banyak orang jengkel terhadap acara ini. Mereka menganggap sebagai pemborosan ditengah-tengah pandemik.
Tapi ia terus berjalan. Oh ya, wajah depan konser ini adalah seorang pastur Katolik bernama Benny Susetyo (BS). Jabatan dia sebenarnya cuman staff khusus Dewan Pengarah BPIP.
Entah mengapa, si BS ini menjadi sangat dominan dalam BPIP. Apa saja yang menyangkut BPIP, selalu dia yang muncul. Seolah-olah BPIP tidak punya ketua, sekretaris, atau juru bicara. Mungkin karena BS adalah ‘media darling.’ Dia cakap bicara. Dan, saya kira juga karena dia seorang pastur Katolik. Seorang agamawan. Kita bangsa yang hormat betul pada agamawan bukan?
Oh ya, terakhir saya cek, staf khusus BPIP itu bergaji Rp 36,5 juta per bulan. Lumayan untuk seorang pastor Katolik yang terikat dengan kaul kemiskinan.
BS membingkai konser ini dengan sangat indah. Di salah satu koran, saya membaca pernyataannya yang mempesona. “Konser amal wujud gerakan bersama kita bersaudara satu dengan yang lain. Persaudaraan menjadi erat dalam gerak bersama dalam satu bahasa yakni kemanusian. Kita yakin bahwa dengan gotong-royong dan persatuan, semua rintangan bisa kita atasi bersama. Gerak mata batin menjadi kekuatan kita untuk tidak mudah putus asa, tetapi optimistis kita sebagai bangsa besar akan mampu keluar dari krisis ini.”
Kalimat berbunga-bunga itu indah bukan?
Kecuali kemudian, dia konser ini berakhir … dengan tidak terlalu indah. Konser berhasil mengumpulkan Rp 4 milyar untuk membantu penanganan wabah Corona. “Gerak mata batin” siapa yang tidak terharu demi melihat ada yang menyumbang 4 milyar untuk penanganan Corona?
Namun itu tidak lama. Ketika konser selesai, para artis dan pejabat-pejabat berkumpul untuk foto bersama. Mereka berfoto saling berdekatan. BS pun dengan riang gembira mengunggah foto-foto itu ke dalam akun twitter-nya.
Disinilah pukulan balik itu datang. Netizen-netizen yang terkenal dengan kenyinyirannya itu mulai mempertanyakan. Kok tidak ada social distancing? Kok tidak ada yang pakai masker?
Ketua MPR Bambang Soesatyo (iya, dua tokoh kita ini namanya mirip), terpaksa meminta maaf. BS sendiri berkilah bahwa foto-foto itu ekspresi kegembiraan setelah acara selesai. Ya miriplah dengan Walikota Tegal yang merayakan berakhirnya PSBB di wilayahnya dengan pesta kembang api spektakuler (nanti malam ya, Jumat 22 Mei).
Tapi netizen tidak kenal ampun. Mereka dengan cerewet menggugat, kok cuman dapat 4 milyar? Didi Kempot aja dapat 7,6 milyar. Mulailah banding membandingkan hasil itu dibikin.
Alhasil, konser yang tujuannya mulia — kemanusiaan, gotong royong, gerak mata batin, dll — meleleh. Persis seperti es krim jatuh di jalan tol di satu siang yang terik.
Hari ini konsernya si BS (ada dua BS lo ya!) ini tampaknya tambah nglokro lagi. Kabarnya, dari hasil 4 milyar itu, Rp 2,5 milyar adalah hasil lelang sepeda motor listrik Gesits yang ditandatangani Presiden Jokowi. Ada pengusaha dari Jambi yang bersedia membayar sejumlah itu.
Pengusaha? Nah, disinilah pokok soalnya. Kita tidak tahu bagaimana proses lelang ini terjadi. Tampaknya ini hanyalah ‘open bidding’ siapapun boleh menelpon dan menawar. Tidak ada penyaringan terlebih dahulu siapa saja yang boleh mengikuti lelang. Juga, tidak keharusan para peserta untuk menyetor sejumlah dana jaminan terlebih dahulu. Yang terakhir ini penting karena jangan sampai pemenang lelang tidak membayar seperti yang disetujui.
Pemenang lelang itu memang benar seorang berasal dari Jambi. Namanya M. Nuh. Tapi dia bukan seorang pengusaha. Dia hanya seorang buruh harian!
Menurut Kumparan, M. Nuh ini mengira bahwa dia mendapat hadiah sepeda motor. Dia pikir bahwa dia menelpon untuk ikut undian dan mendapatkan sepeda motor listrik! Tentu bisa dibayangkan bagaimana kagetnya seorang buruh harian ketika datang tagihan sebesar Rp 2,5 milyar! Apalagi namanya sudah diumumkan di TV nasional sebagai pemenang lelang!
Ini sebuah tragicomedy yang luar biasa! Di tengah kebingungannya, M. Nuh kabarnya mencari perlindungan polisi (beberapa media mengatakan dia ditahan, namun dibantah Kapolda dan jajarannya).
Kembali ke Konser itu, ternyata yang 4 milyar itu pun tidak jadi Sodara-sodara! Konser ini hanya berhasil mengumpulkan Rp 1,5 milyar saja. Kita tidak tahu apakah duit segini cukup untuk mengongkosi perhelatan yang lumayan besar ini.
Simpati saya tentu pada M. Nuh. Saya bisa bayangkan bagaimana malam itu dia tidak bisa tidur karena mendapat 2,5 milyar! Sodara tahu arti 2.5 milyar untuk seorang buruh harian? Sampai akhirnya dia sadar bahwa bukan uang yang dia dapat tapi dia harus membayar! Ambyar betul nasibnya!
Lalu bagaimana sebaiknya? Saya pikir, mungkin ada sedikit keringananan agar tragicomedy ini tidak terlalu tragis dan lebih banyak comedy-nya. Mungkin si BS yang pastor bisa menyumbang saja gajinya yang Rp 36,5 per bulan itu selama setahun kepada M. Nuh. Toh dia pastur. Dia melakukan kaul kemiskinan. Dia tidak butuh uang bukan?
Penyelesaian ini akan berakhir mengembirakan untuk M. Nuh. Pastur BS pun ikut gembira karena mengamalkan kepasturannya secara murni dan konsekuen. Setuju?
Link berita: https://bit.ly/3g9jK0p